Pengamat Soroti Enam Poin Krusial dalam Draf RUU Sisdiknas yang Perlu Perbaikan

Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang saat ini tengah digodok oleh Komisi X DPR RI sebagai bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2025, menuai sorotan dari berbagai pihak. Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, memberikan catatan kritis terhadap RUU tersebut, menyoroti sejumlah poin yang dianggapnya rancu dan berpotensi menimbulkan masalah dalam implementasinya.

Ubaid Matraji menekankan bahwa UU Sisdiknas yang baru harus mampu menjamin hak-hak siswa dalam memperoleh pendidikan yang berkualitas dan inklusif. Selain itu, ia juga mengingatkan agar RUU tersebut dapat menutup celah komersialisasi pendidikan yang selama ini menjadi isu krusial.

"RUU Sisdiknas harus secara tegas menyatakan bahwa pendidikan adalah hak konstitusional setiap warga negara dan tidak boleh dikomersialisasikan," tegas Ubaid dalam sebuah seminar nasional yang membahas RUU Sisdiknas.

Lebih lanjut, Ubaid mendesak Komisi X DPR RI untuk segera mempublikasikan draf RUU Sisdiknas hasil revisi UU Nomor 20 Tahun 2003. Hal ini penting untuk memastikan transparansi dan memberikan kesempatan bagi masyarakat sipil, termasuk kelompok marginal, untuk berpartisipasi dalam proses pembahasan revisi UU Sisdiknas.

Menurut Ubaid, terdapat beberapa isu kontroversial yang perlu mendapatkan perhatian serius dari DPR, antara lain:

  • Privatisasi dan komersialisasi pendidikan
  • Skema pembiayaan pendidikan
  • Sentralisasi versus desentralisasi
  • Kesejahteraan guru

Enam Ketentuan UU Sisdiknas yang Perlu Diperbaiki

JPPI telah melakukan kajian mendalam terhadap UU Sisdiknas 2003 yang masih berlaku saat ini. Hasil kajian tersebut menunjukkan adanya beberapa ketentuan yang dianggap rancu dan perlu diperbaiki dalam RUU Sisdiknas mendatang. Berikut adalah enam ketentuan yang menjadi sorotan JPPI:

  1. Peruntukan 20% Dana Pendidikan (Pasal 49): Ubaid menekankan perlunya penjabaran yang lebih detail mengenai peruntukan dana pendidikan sebesar 20% dari APBN. Apakah dana tersebut hanya dialokasikan untuk Kemendikbudristek, Kemenag, dan Kemendikti saja, atau juga mencakup pembiayaan lain seperti honor guru dan biaya operasional sekolah?

  2. Konsep Badan Hukum Lembaga Pendidikan yang Bersifat Nirlaba (Pasal 53): Penggunaan diksi "nirlaba" dinilai masih membingungkan dan terbukti tidak mampu mencegah praktik komersialisasi pendidikan. Perlu ada definisi yang lebih jelas dan mekanisme pengawasan yang ketat untuk memastikan lembaga pendidikan benar-benar beroperasi secara nirlaba.

  3. Badan Khusus Pendidikan untuk Melindungi Praktik Komersialisasi Layanan Pendidikan: Pembentukan badan hukum khusus yang bertugas melindungi praktik komersialisasi pendidikan dianggap penting. Badan ini harus memiliki aturan yang spesifik dan disesuaikan dengan karakteristik pendidikan, serta mampu mencegah terjadinya komersialisasi yang berlebihan dalam penyelenggaraan pendidikan.

  4. Jaminan Kesejahteraan Guru (Pasal 34 Ayat 1, 2, 3): RUU Sisdiknas harus mampu menjawab masalah kesenjangan kesejahteraan guru yang tidak berkeadilan dan perlakuan yang diskriminatif. Perlu ada mekanisme yang jelas dan terukur untuk memastikan semua guru mendapatkan kesejahteraan yang layak.

  5. Sentralisasi dan Desentralisasi: Ubaid menekankan perlunya pengaturan ulang mengenai kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal ini mencakup kewenangan dalam pengangkatan guru dan distribusinya, serta pengelolaan kurikulum dan anggaran pendidikan.

  6. Sistem Evaluasi Pendidikan (Pasal 57, 58, 59): Sistem evaluasi pendidikan harus bersifat menyeluruh dan terintegrasi, tidak hanya berfokus pada evaluasi peserta didik. Evaluasi juga harus mencakup aspek lain seperti kualitas guru, sarana dan prasarana, serta manajemen pendidikan.

Ketentuan yang Harus Dipertahankan dalam RUU Sisdiknas

Selain ketentuan yang perlu diperbaiki, JPPI juga mengidentifikasi beberapa ketentuan dalam UU Sisdiknas yang perlu dipertahankan dalam RUU Sisdiknas mendatang, antara lain:

  • Satu Sistem (Bab Menimbang Butir b): Ketentuan ini menunjukkan bahwa pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan yang tidak membeda-bedakan dan tidak berujung pada perlakuan diskriminatif.
  • Tanggung Jawab Negara (Pasal 1 Ayat 8): Wajib belajar adalah program pendidikan minimal atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah.
  • Partisipasi Masyarakat dan Pelembagaan dalam Komite/Dewan (Pasal 8 dan Pasal 56): Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.
  • Akses Tanpa Dipungut Biaya di Program Wajib Belajar (Pasal 34 Ayat 1, 2, dan 3): Warga negara dengan usia tertentu harus mengikuti wajib belajar dan pemerintah menanggung pembiayaan.
  • Desentralisasi Kurikulum (Pasal 38 Ayat 2): Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai relevansi oleh satuan pendidikan dan komite sekolah madrasah di bawah koordinasi dinas pendidikan/kantor Kemenag.