Gelombang PHK Awal 2025: Pemerintah Siapkan Strategi Penciptaan Lapangan Kerja

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali menjadi sorotan di awal tahun 2025. Data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat sebanyak 18.610 pekerja kehilangan pekerjaan mereka pada periode Januari hingga Februari. Kondisi ini memicu respons cepat dari pemerintah untuk memitigasi dampak negatif dan mencari solusi jangka panjang.

Berdasarkan data resmi yang dirilis, Jawa Tengah menjadi provinsi dengan angka PHK tertinggi, mencapai 10.677 pekerja atau sekitar 57,37 persen dari total PHK secara nasional. Jambi menyusul di urutan kedua dengan 3.530 pekerja, diikuti oleh Jakarta dengan 2.650 pekerja. Provinsi lain mencatatkan angka PHK yang jauh lebih rendah, dengan beberapa di antaranya bahkan hanya mencatat kurang dari 100 kasus.

  • Sumatera Utara (2 tenaga kerja)
  • Sumatera Barat (2 tenaga kerja)
  • Sumatera Selatan (25 tenaga kerja)
  • Bangka Belitung (3 tenaga kerja)
  • Kepulauan Riau (67 tenaga kerja)
  • Jawa Barat (23 tenaga kerja)
  • Jawa Timur (978 tenaga kerja)
  • Banten (411 tenaga kerja)
  • Bali (87 tenaga kerja)
  • Kalimantan Tengah (72 tenaga kerja)
  • Sulawesi Selatan (77 tenaga kerja)
  • Sulawesi Tenggara (6 tenaga kerja).

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan komitmen pemerintah untuk memastikan hak-hak pekerja yang terkena PHK terpenuhi. Koordinasi intensif dengan berbagai pihak terkait terus dilakukan untuk meminimalkan dampak PHK dan memberikan dukungan kepada para pekerja yang terdampak.

Lebih lanjut, pemerintah berupaya keras untuk menciptakan lapangan kerja baru sebagai solusi jangka panjang. Berbagai program pelatihan dan pemberdayaan akan digalakkan untuk meningkatkan keterampilan dan daya saing para pekerja yang kehilangan pekerjaan. Selain itu, pemerintah juga akan mendorong investasi dan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang berpotensi menciptakan lapangan kerja baru.

Sebagai perbandingan, data Kemenaker mencatat total 77.965 pekerja terkena PHK sepanjang tahun 2024, dengan Jakarta mencatat angka tertinggi yaitu 21,91 persen dari total kasus. Hal ini menunjukkan bahwa isu PHK merupakan tantangan yang berkelanjutan dan memerlukan perhatian serius dari semua pihak.

Pemerintah terus berupaya menyeimbangkan antara kepentingan dunia usaha dan perlindungan tenaga kerja. Dialog sosial dengan serikat pekerja dan pengusaha terus dilakukan untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan dalam menghadapi tantangan ketenagakerjaan.