Turbulensi Ekonomi Global Pengaruhi Optimisme Industri Manufaktur Indonesia

Industri Manufaktur Indonesia Terpapar Dampak Perang Tarif Global

Kinerja industri manufaktur Indonesia pada April 2025 menunjukkan adanya penurunan dibandingkan bulan sebelumnya, tercermin dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI). Meskipun masih berada di zona ekspansif, penurunan ini mengindikasikan adanya tantangan yang dihadapi sektor manufaktur di tengah ketidakpastian ekonomi global. Perang tarif yang dipicu oleh kebijakan Presiden AS, yang mengenakan tarif balasan pada sejumlah negara, turut memengaruhi sentimen pelaku usaha di Indonesia.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief, menjelaskan bahwa IKI April 2025 berada di angka 51,90, turun 1,08 poin dibandingkan Maret 2025 yang mencapai 52,98. Penurunan ini juga terlihat jika dibandingkan dengan IKI April 2024 yang sebesar 52,30. Meskipun demikian, Febri menegaskan bahwa angka IKI di atas 50 masih menunjukkan bahwa kinerja manufaktur berada dalam fase ekspansif.

Penurunan Optimisme Pelaku Usaha

Salah satu indikasi yang mengkhawatirkan adalah penurunan optimisme pelaku usaha terhadap kondisi bisnis mereka dalam enam bulan mendatang. Pada April 2025, hanya 66,8% pelaku usaha yang optimis, turun 2,4% dibandingkan bulan sebelumnya. Sebaliknya, persentase pelaku usaha yang pesimis meningkat 2,2% menjadi 8,5%. Sementara itu, proporsi pelaku usaha yang menyatakan kondisi usahanya stabil meningkat tipis sebesar 0,2% menjadi 24,7%.

Perang tarif global menjadi faktor utama yang menekan persepsi pengusaha. Kebijakan tarif yang diterapkan oleh AS dikhawatirkan dapat menghambat ekspor produk-produk Indonesia ke pasar internasional dan menyebabkan gangguan pada rantai pasok global. Hal ini memicu kekhawatiran di kalangan pelaku usaha, yang pada gilirannya memengaruhi investasi dan pertumbuhan sektor manufaktur.

Kinerja Subsektor Industri yang Bervariasi

Dari 23 subsektor industri pengolahan yang dianalisis, terdapat 20 subsektor yang mengalami ekspansi, dengan kontribusi sebesar 91,9% terhadap PDB Industri Pengolahan Nonmigas Triwulan IV 2024. Dua subsektor dengan nilai IKI tertinggi adalah Industri Pencetakan dan Reproduksi Media Rekaman (KBLI 18) dan Industri Barang Galian Bukan Logam (KBLI 23).

Namun, terdapat tiga subsektor yang mengalami kontraksi, yaitu:

  • Industri Kulit, Barang Dari Kulit dan Alas Kaki (KBLI 15)
  • Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus (Tidak Termasuk Furnitur) dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya (KBLI 16)
  • Industri Kendaraan Bermotor, Trailer Dan Semi Trailer (KBLI 29)

Kontraksi pada subsektor-subsektor ini mengindikasikan adanya tantangan spesifik yang dihadapi masing-masing industri, seperti penurunan permintaan, persaingan yang ketat, atau dampak dari kebijakan tarif.

Variabel IKI yang Beragam

Pada bulan April 2025, nilai IKI variabel pesanan baru mengalami kontraksi sebesar 4,05 poin ke level 49,64. Namun, variabel produksi mengalami percepatan ekspansi sebesar 3,31 poin mencapai 54,52. Sementara itu, variabel persediaan produk mengalami perlambatan ekspansi sebesar 0,23 poin menjadi 53,63. Secara umum, kegiatan usaha pada April 2025 masih tergolong baik, dengan 74,1% responden menyatakan bahwa kegiatan usahanya membaik dan stabil.

Namun, proporsi industri yang menyatakan kondisi usahanya membaik menurun 4,9% menjadi 26,2%, sementara persentase pelaku usaha yang menyatakan kondisi usahanya menurun meningkat 4,0% menjadi 25,9%. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun mayoritas pelaku usaha masih merasakan stabilitas, terdapat peningkatan jumlah perusahaan yang menghadapi tantangan dan penurunan kinerja.