Relawan Jokowi Tempuh Jalur Hukum, Empat Nama Dilaporkan Terkait Isu Ijazah

Gelombang reaksi muncul dari kalangan relawan Presiden Joko Widodo terkait isu dugaan ijazah palsu yang kembali mencuat. Merespon isu tersebut, Relawan Alap-Alap Jokowi (AAJ) mengambil langkah hukum dengan melaporkan empat nama ke pihak kepolisian atas dugaan pencemaran nama baik dan penyebaran ujaran kebencian. Laporan ini didasari oleh keyakinan bahwa isu yang beredar telah merugikan nama baik Presiden Jokowi secara pribadi dan menimbulkan keresahan di masyarakat.

Ngatno, Wakil Sekretaris Jenderal AAJ, menjelaskan bahwa pelaporan ini dilakukan atas inisiatif relawan, tanpa adanya instruksi dari Presiden Jokowi. Tindakan ini merupakan bentuk pembelaan terhadap kepala negara yang mereka anggap telah menjadi korban fitnah dan hasutan. Ngatno juga menambahkan, laporan serupa juga dibuat di wilayah Solo dan Yogyakarta.

Pada hari Rabu (30/4/2025), belasan relawan dan tim kuasa hukum AAJ mendatangi Polrestabes Semarang untuk membuat laporan resmi. Laporan tersebut teregistrasi dengan nomor STTLP/B/134/IV/2025/SPKT/POLRESTABES SEMARANG/POLDA JAWA TENGAH. Dalam laporan tersebut, empat nama yang dilaporkan adalah:

  • Roy Suryo
  • Rismon Sianipar
  • Rizal Fadillah
  • Tifauzia Tyassuma

Menurut Ngatno, laporan tersebut telah diterima oleh pihak kepolisian pada pukul 11.30 WIB. Pihaknya berharap agar pihak kepolisian dapat segera menindaklanjuti laporan tersebut dan memberikan sanksi yang setimpal kepada para terlapor jika terbukti bersalah.

Dalam laporan tersebut, Presiden Jokowi disebut sebagai korban dari tindakan pencemaran nama baik. Pihak pelapor menyertakan sejumlah barang bukti berupa video dan gambar yang dianggap sebagai bukti penyebaran fitnah. Kerugian yang dialami oleh korban diyakini berupa rasa malu dan tekanan psikologis akibat isu yang beredar luas. Ngatno menegaskan bahwa tindakan para terlapor telah melampaui batas norma sosial dan hukum, dan berharap agar kasus ini dapat diselesaikan melalui proses hukum yang berlaku.

Laporan ini didasarkan pada dugaan pelanggaran Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik, Pasal 311 KUHP tentang fitnah, dan Pasal 45 ayat 3 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).