KPK Sita Puluhan Bidang Tanah Terkait Dugaan Korupsi Tol Trans Sumatera, Prioritaskan Pengembalian ke Petani
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyitaan terhadap 65 bidang tanah yang terletak di Kalianda, Lampung Selatan. Penyitaan ini terkait dengan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan lahan di sekitar proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Tindakan penyitaan ini dilakukan pada tanggal 14 dan 15 April 2025.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menjelaskan bahwa mayoritas lahan yang disita tersebut merupakan milik petani setempat. Modus dalam kasus ini adalah pemberian uang muka antara 5 hingga 20 persen kepada para petani pada tahun 2019 oleh para tersangka. Pembayaran uang muka tersebut diduga menggunakan dana yang bersumber dari tindak pidana korupsi. Ironisnya, selama enam tahun, para petani tidak menerima pelunasan pembayaran atas lahan mereka. Akibatnya, mereka tidak dapat menjual tanah tersebut karena surat kepemilikan lahan dikuasai oleh notaris. Di sisi lain, para petani juga kesulitan mengembalikan uang muka yang telah mereka terima karena kondisi ekonomi yang sulit. Selama ini, lahan tersebut tetap dimanfaatkan oleh para petani untuk bercocok tanam, khususnya jagung.
Tujuan utama penyitaan ini adalah untuk memberikan kepastian hukum atas status tanah tersebut. KPK berencana untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan agar tanah tersebut dapat dikembalikan kepada para petani tanpa kewajiban mengembalikan uang muka yang telah diterima. Alternatif lainnya adalah melelang tanah tersebut dan menggunakan hasil lelang untuk melunasi pembayaran kepada para petani yang belum menerima pembayaran penuh.
Kasus ini bermula dari adanya dugaan korupsi dalam proses pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera yang dilaksanakan oleh PT Hutama Karya (Persero) pada tahun anggaran 2018-2020. KPK telah menetapkan dua orang dari Hutama Karya berinisial BP dan MRS, serta satu korporasi swasta berinisial PT STJ, sebagai tersangka dalam kasus ini.
Kabag Pemberitaan KPK saat itu, Ali Fikri, mengungkapkan bahwa KPK menindaklanjuti indikasi kerugian keuangan negara yang timbul dalam proses pengadaan lahan tersebut. Dugaan kerugian negara mencapai belasan miliar rupiah, dan KPK menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung secara pasti besaran kerugian tersebut.
KPK juga telah mengajukan pencegahan ke luar negeri terhadap tiga orang yang diduga terlibat dalam kasus ini. Dua di antaranya adalah mantan pejabat Hutama Karya, dan satu orang lainnya berasal dari pihak swasta.