Peringatan May Day: Ancaman PHK dan Perlindungan Pekerja Magang Jadi Sorotan

Momen Hari Buruh yang diperingati setiap tanggal 1 Mei menjadi momentum penting untuk merefleksikan kondisi pekerja di Indonesia. Isu krusial seperti gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan potensi eksploitasi pekerja magang kembali mencuat ke permukaan.

Gelombang PHK yang menerpa berbagai sektor industri dalam beberapa waktu terakhir menimbulkan kekhawatiran mendalam di kalangan pekerja. Kasus pailit yang menimpa PT Sritex di awal tahun dan PHK massal di sebuah perusahaan tekstil di Cirebon pada Maret lalu menjadi contoh nyata betapa rentannya posisi pekerja saat ini.

Pemerintah menyatakan komitmennya untuk mengatasi persoalan ini dengan menggandeng dunia usaha. Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Khusus menjadi salah satu upaya yang digagas untuk memitigasi PHK dan menciptakan lapangan kerja baru. Menteri Sekretaris Negara menegaskan bahwa pemerintah tidak hanya fokus pada penanganan PHK di hilir, tetapi juga berupaya mencari solusi komprehensif dari hulu hingga hilir, mencakup sektor usaha dan industri yang saling terkait.

Dr. Hempri Suyatna, Dosen Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan FISIPOL UGM, menyoroti bahwa gelombang PHK dapat menjadi indikasi deindustrialisasi di Indonesia. Banyak perusahaan manufaktur dan startup yang mengalami kesulitan bahkan gulung tikar. Ia mendesak pemerintah untuk membuat kebijakan yang dapat meminimalkan PHK dan menciptakan ekosistem usaha yang kondusif bagi semua skala usaha.

Perlindungan Pekerja Pasca-PHK

Hempri menekankan pentingnya pemerintah memikirkan nasib korban PHK. Program padat karya dapat menjadi solusi jangka pendek, sementara program pelatihan dan pengembangan kapasitas diperlukan untuk membantu pekerja menemukan peluang kerja baru. Penguatan jaminan sosial, terutama bagi pekerja informal dan outsourcing, juga menjadi perhatian penting untuk memberikan perlindungan yang memadai.

Pengawasan Praktik Magang

Selain isu PHK, Hempri juga menyoroti praktik magang yang rentan terhadap eksploitasi. Ia mendesak pemerintah untuk mengawasi dan menindak tegas praktik-praktik yang memanfaatkan anak magang sebagai tenaga kerja murah. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Anak (BPTA) harus ditegakkan untuk melindungi anak-anak dari eksploitasi.

Lemahnya pengawasan ketenagakerjaan di sektor informal dan belum optimalnya peran serta stakeholder dalam upaya penghapusan BPTA menjadi faktor penyebab munculnya kasus eksploitasi anak magang. Hempri menekankan perlunya peningkatan pengawasan dan peran serta stakeholder untuk meminimalkan praktik eksploitasi.

Pada peringatan Hari Buruh tahun ini, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) menyampaikan sejumlah tuntutan kepada pemerintah, termasuk penghapusan praktik outsourcing, antisipasi PHK, perbaikan upah, dan pengesahan RUU PPRT untuk melindungi pekerja rumah tangga.

Tuntutan KSPSI:

  • Penghapusan praktik outsourcing
  • Antisipasi gelombang PHK
  • Perbaikan upah yang lebih layak
  • Pengesahan RUU PPRT