Perdebatan THR dan Status Kepegawaian Mitra Ojol: Antara E-commerce dan Perusahaan Transportasi
Perdebatan THR dan Status Kepegawaian Mitra Ojol: Antara E-commerce dan Perusahaan Transportasi
Tuntutan Tunjangan Hari Raya (THR) oleh para mitra pengemudi ojek online (ojol) kembali memunculkan perdebatan sengit mengenai status kepegawaian mereka dan model bisnis perusahaan aplikator seperti Gojek dan Grab. Pakar transportasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Sony Sulaksono Wibowo, memberikan pandangan kritis terkait hal ini. Ia menekankan kesulitan perusahaan berbasis e-commerce dalam memenuhi tuntutan THR bagi para mitra driver, menyatakan bahwa pemenuhan tuntutan tersebut hanya dapat terwujud jika aplikator bertransformasi menjadi perusahaan transportasi.
Sony Sulaksono Wibowo menjelaskan bahwa jika para mitra driver menginginkan hak-hak pekerja seperti upah minimum, THR, dan jaminan sosial lainnya, maka Gojek dan Grab harus mengubah model bisnis mereka. "Jika mitra aplikator ingin diperlakukan seperti pegawai, maka aplikator harus berubah menjadi perusahaan transportasi," tegasnya. Ia menambahkan bahwa sejak awal, Gojek dan Grab telah menyatakan diri sebagai perusahaan e-commerce dengan operasional virtual dan jumlah pegawai minimum, namun memiliki jaringan luas yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi canggih. Model bisnis ini, menurut Sony, memungkinkan perusahaan untuk beroperasi sebagai penyedia layanan pengantaran orang dan barang tanpa harus memiliki armada kendaraan dan pengemudi dalam jumlah besar, serupa dengan model e-commerce yang memungkinkan penjualan tanpa kepemilikan toko fisik.
Lebih lanjut, Sony menyoroti ketidakjelasan regulasi bisnis e-commerce di Indonesia. Ia menyebutkan bahwa saat ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika hanya mengatur aspek penggunaan teknologi, bukan aspek ketenagakerjaan dan hubungan industrial dalam konteks bisnis aplikasi berbasis online. Hal ini menyebabkan ketidakpastian hukum yang berdampak pada status dan hak-hak para mitra pengemudi ojol.
Di sisi lain, tuntutan THR ini muncul setelah aksi demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh para driver ojol beberapa waktu lalu. Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiat, menyatakan tuntutan tersebut secara tegas: "Yang pasti adalah tuntutan kami bahwa kami akan harus mendapatkan THR berupa uang, bukan berupa bahan pokok." Selain THR, para pengemudi juga menuntut penghapusan dua sistem yang dianggap merugikan, yaitu sistem 'aceng' dan sistem 'slot'.
Sistem 'aceng', yang merujuk pada program GoFood Jarak Dekat dengan tarif Rp 5.000, dinilai merugikan karena tarif yang sangat rendah meskipun jarak tempuhnya jauh. Sementara itu, sistem 'slot' di GoRide dianggap membatasi jangkauan operasional pengemudi dan mengurangi pendapatan mereka karena adanya pembagian wilayah kerja yang ketat. Kedua sistem ini dianggap oleh para driver sebagai bentuk eksploitasi dan perbudakan modern.
Perdebatan ini menyoroti kompleksitas regulasi dan hubungan industrial di era ekonomi digital. Tantangannya adalah bagaimana menyeimbangkan inovasi teknologi dengan perlindungan hak-hak pekerja, serta menciptakan kerangka regulasi yang jelas dan adil bagi semua pihak yang terlibat dalam ekosistem ojek online.