Perangi Illegal Fishing, KKP Perketat Pengawasan Kapal Tuna dengan VMS
KKP Wajibkan Penggunaan VMS untuk Kapal Tuna demi Berantas Illegal Fishing
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperketat pengawasan terhadap kapal-kapal penangkap tuna yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia, khususnya Samudera Hindia. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk memberantas praktik illegal fishing dan menjaga keberlanjutan sumber daya perikanan. Salah satu strategi utama yang diterapkan adalah mewajibkan penggunaan Vessel Monitoring System (VMS) pada kapal-kapal penangkap tuna.
Kebijakan ini merupakan implementasi dari resolusi Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) nomor 15/03, sebuah organisasi pengelola perikanan tuna regional. Resolusi tersebut mengatur tentang kewajiban penggunaan VMS pada kapal-kapal tuna sebagai alat untuk memastikan kepatuhan terhadap praktik penangkapan yang bertanggung jawab dan memerangi illegal, unreported, and unregulated fishing (IUUF).
Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Ekonomi Sosial dan Budaya, Trian Yunanda, menegaskan pentingnya penggunaan VMS bagi kapal-kapal tuna. Menurutnya, VMS bukan hanya sekadar alat pelacak, tetapi juga instrumen penting untuk meningkatkan daya saing produk perikanan Indonesia di pasar global.
"VMS itu wajib digunakan oleh kapal-kapal tuna. Supaya hasil tangkapan teman-teman bisa berdaya saing," kata Trian.
Penerapan VMS di Indonesia juga merupakan bentuk komitmen negara dalam menjaga keberlanjutan ekosistem laut dan memperkuat posisi produk perikanan di pasar internasional. Dengan teknologi ini, pengawasan terhadap aktivitas kapal penangkap ikan dapat dilakukan secara real-time dan akurat.
Namun, Trian menjelaskan bahwa kewajiban penggunaan VMS tidak berlaku untuk semua jenis kapal. VMS hanya diwajibkan untuk kapal-kapal komersial berizin pusat, terutama yang berukuran di atas 30 gross ton (GT) atau di atas 10 GT yang beroperasi di atas 12 mil laut.
Dampak Positif Penerapan VMS: Peningkatan Kuota Tangkapan Tuna
Sebagai hasil dari penerapan sistem VMS dan peningkatan kepatuhan terhadap regulasi perikanan, Indonesia berhasil memperoleh tambahan kuota tangkapan untuk tiga jenis tuna dalam sidang ke-29 IOTC di La Reunion, Prancis. Diplomasi yang dilakukan oleh KKP membuahkan hasil yang signifikan.
Berikut adalah rincian peningkatan kuota tangkapan tuna yang diperoleh Indonesia:
- Bigeye tuna: Dari 2.791 ton menjadi 21.396 ton (periode 2026-2028)
- Skipjack tuna (cakalang): Menjadi 138.000 ton
- Yellowfin tuna: Menjadi 45.426 ton (tahun 2025)
Sekretaris Jenderal Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin), Muhammad Billahmar, menekankan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi regional terkait penangkapan tuna. Ia mengajak seluruh pelaku usaha untuk mematuhi penggunaan VMS sebagai bagian dari sistem pengelolaan perikanan bersama.
"Mau tidak mau karena ini sudah aturan, dari RFMO juga ya harus diikuti, kalau tidak nanti dampaknya ke pasar," ujar Billahmar.
Billahmar mengakui bahwa masih ada resistensi dari sebagian pelaku usaha terhadap kebijakan VMS. Namun, ia berharap agar ada solusi yang dapat dicapai agar semua kapal penangkap tuna dapat segera dilengkapi dengan teknologi satelit tersebut. Jika tidak, Indonesia berpotensi kehilangan daya saing produk tuna di pasar global.