Replik Kasus Suap Hakim Surabaya: Jaksa Agung Abaikan Pembelaan Terdakwa

Replik Kasus Suap Hakim Surabaya: Jaksa Agung Abaikan Pembelaan Terdakwa

Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan tidak akan menanggapi nota pembelaan atau pleidoi yang diajukan oleh dua hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Erintuah Damanik dan Mangapul, yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan suap terkait pembebasan terdakwa kasus pembunuhan, Gregorius Ronald Tannur.

Dalam sidang replik yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, JPU berpendapat bahwa pembelaan kedua hakim tersebut hanya berisi penilaian terhadap fakta-fakta yang terungkap selama persidangan, tanpa menyanggah analisis yuridis yang telah dipaparkan dalam surat tuntutan pidana. "Oleh karena tidak adanya bantahan terhadap analisis yuridis dalam surat tuntutan, kami penuntut umum berpandangan bahwa replik tidak diperlukan," tegas JPU.

Meski demikian, JPU merasa perlu memberikan klarifikasi terhadap logika dan sudut pandang hukum yang disampaikan oleh Erintuah Damanik, Mangapul, beserta tim kuasa hukumnya dalam nota pembelaan. Replik yang diajukan lebih difokuskan untuk mempertegas dan mempertajam pembuktian atas tindak pidana suap yang diduga dilakukan oleh kedua hakim tersebut. JPU meyakini bahwa uraian terkait dugaan tindak pidana suap telah dijelaskan secara rinci dalam surat tuntutan, dan hal ini semakin memperkuat keyakinan terhadap pembuktian yang telah tersusun secara sistematis berdasarkan pertimbangan yuridis dan penilaian objektif.

Dalam surat replik tersebut, JPU merinci lebih lanjut mengenai nilai uang yang diterima oleh Erintuah Damanik dan Mangapul dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, serta ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur. Selain itu, JPU juga menyinggung mengenai keberatan kedua hakim terkait permohonan mereka untuk menjadi justice collaborator (JC) yang tidak dikabulkan.

JPU menjelaskan bahwa sesuai ketentuan yang berlaku, status justice collaborator harus mendapatkan rekomendasi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Penolakan permohonan justice collaborator ini sebelumnya telah menjadi sorotan dari pihak Erintuah Damanik, Mangapul, dan tim kuasa hukumnya. Mereka merasa kecewa karena dituntut hukuman 9 tahun penjara oleh JPU, dan berpendapat bahwa kasus dugaan suap ini tidak akan terungkap tanpa sikap kooperatif dari kedua hakim tersebut. Kuasa hukum kedua hakim, Philipus, bahkan mengharapkan tuntutan yang lebih ringan.

Sebagai informasi, dalam perkara ini, JPU menuntut Erintuah Damanik dan Mangapul dengan hukuman 9 tahun penjara, sementara hakim lainnya, Heru Hanindyo, dituntut dengan hukuman yang lebih berat, yaitu 12 tahun penjara. Selain pidana penjara, ketiganya juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 750 juta, dengan subsider 6 bulan kurungan.

Poin-poin penting dalam berita:

  • Jaksa Agung menolak menanggapi pembelaan hakim.
  • Pembelaan hakim hanya berisi penilaian fakta sidang, bukan bantahan yuridis.
  • Jaksa Agung mempertegas pembuktian suap.
  • Hakim keberatan permohonan JC ditolak.
  • Tuntutan: 9 tahun penjara untuk Erin dan Mangapul, 12 tahun untuk Heru Hanindyo.
  • Denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.

Daftar Pihak Terkait:

  • Erintuah Damanik (Hakim PN Surabaya, Terdakwa)
  • Mangapul (Hakim PN Surabaya, Terdakwa)
  • Heru Hanindyo (Hakim PN Surabaya, Terdakwa)
  • Gregorius Ronald Tannur (Terdakwa Kasus Pembunuhan)
  • Lisa Rachmat (Pengacara Ronald Tannur)
  • Meirizka Widjaja Tannur (Ibu Ronald Tannur)
  • Philipus (Kuasa Hukum Erintuah Damanik dan Mangapul)