Perdagangan Tanah 'Bertuah' dari Pekarangan Bank Picu Kontroversi di China
Perdagangan Tanah 'Bertuah' dari Pekarangan Bank Picu Kontroversi di China
Fenomena unik tengah melanda pasar online China. Berbagai toko daring ramai menawarkan tanah yang diklaim berasal dari pekarangan sejumlah bank besar negara tersebut, dengan iming-iming keberuntungan dan peningkatan kekayaan bagi pembelinya. Tanah yang dikemas dalam berbagai ukuran ini, dijual dengan harga bervariasi, mulai dari US$3 hingga US$120 per kemasan. Sumber tanah yang ditawarkan pun beragam, mulai dari tanah di area hijau perbankan, tanah dari pot tanaman di lobi, hingga debu dari mesin penghitung uang. Klaim keberuntungan yang diumbar penjual - bahkan mencapai angka fantastis 999,999% - menarik perhatian publik, sekaligus memicu kontroversi.
Salah satu penjual mengklaim tanah tersebut diambil secara manual pada malam hari dari area hijau di sekitar lima bank besar, termasuk Bank of China, Agricultural Bank of China, China Construction Bank, dan Bank of Communications. Ia menekankan bahwa pengambilan tanah dilakukan di area publik, bukan dari dalam bangunan bank itu sendiri. Penjual lain justru mengklaim pengambilan tanah dilakukan siang hari. Beberapa toko daring bahkan mengunggah video yang diklaim sebagai proses pengambilan tanah, menampilkan seseorang yang mengambil tanah dengan sendok dan memasukkannya ke dalam wadah kecil. Dalam video tersebut terlihat pula sejumlah piring emas dengan label berisi data kontak pembeli, seolah memperlihatkan jumlah pesanan yang telah diterima.
Meskipun klaim tersebut tidak didukung bukti ilmiah, banyak pembeli yang tertarik. Seorang pembeli anonim kepada Red Star News mengaku membeli tanah tersebut dengan harapan bisnisnya dapat berkembang pesat, dan ia menyebutkan banyak temannya juga melakukan hal serupa. Namun, praktik ini menimbulkan kekhawatiran dari segi legalitas. Fu Jian, seorang pengacara dari Firma Hukum Zejin, menyatakan bahwa jika penjual secara keliru mengklaim asal usul tanah atau keberuntungannya, hal tersebut dapat dikategorikan sebagai penipuan. Konsumen, menurut Fu, berhak menuntut pengembalian uang. Selain aspek hukum, praktik ini juga melanggar peraturan tata ruang wilayah perkotaan yang melarang pengrusakan ruang terbuka hijau, termasuk penggalian tanah.
Reaksi publik terhadap fenomena ini terbagi. Banyak yang menganggapnya sebagai lelucon dan mengolok-olok klaim tersebut di media sosial. Salah satu komentar di internet menyatakan, "Saya bekerja di bank, dan saya harus membawa tanah saya sendiri dari rumah untuk menanam bunga di kantor." Komentar lain mempertanyakan, "Saya tinggal di sebelah bank, jadi mengapa nasib saya tidak membaik?" Namun, di sisi lain, muncul pula komentar sinis yang menyinggung praktik perpajakan di China. "Tanah bank mungkin tidak asli, tetapi 'pajak intelijen' pastinya nyata," tulis pengguna internet lain.
Fenomena ini menyoroti kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal mistis dan upaya memanfaatkannya untuk meraih keuntungan ekonomi. Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan informasi, munculnya praktik ini menjadi sebuah paradoks yang patut menjadi perhatian. Baik dari segi legalitas, etika bisnis, maupun pelestarian lingkungan, perdagangan tanah 'bertuah' ini menimbulkan berbagai pertanyaan yang membutuhkan pembahasan lebih lanjut.