Eksploitasi dan Trauma Masa Lalu: Perjuangan Eks Pemain Sirkus OCI Menuntut Keadilan
Polemik seputar dugaan eksploitasi di Oriental Circus Indonesia (OCI) terus bergulir, menarik perhatian publik terhadap nasib para mantan pemain sirkus. Beberapa mantan pemain OCI membuka suara terkait pengalaman traumatis yang mereka alami selama bergabung dengan sirkus tersebut. Mereka mengaku menjadi korban eksploitasi, kekerasan, dan pemisahan dari keluarga di usia yang sangat muda.
Vivi Nurhidayah dan Rita Louisa, dua di antara mantan pemain sirkus tersebut, mengungkapkan kisah pilu mereka. Vivi bergabung dengan OCI pada usia 2 tahun, sementara Rita pada usia 4 tahun. Keduanya aktif sebagai pemain sirkus OCI pada era 70-an. Mereka mengaku tidak menerima upah dan kerap mengalami penyiksaan fisik jika melakukan kesalahan saat latihan atau pertunjukan. Tindakan kekerasan yang mereka alami bervariasi, mulai dari tamparan hingga pukulan menggunakan sandal kayu atau bakiak yang menyebabkan luka memar di tubuh.
Rita mengungkapkan dalam sebuah wawancara, "Jika penampilan atau latihan tidak sesuai standar, dan mereka selalu memberi target, hukuman fisik langsung diberikan. Bukan sekadar tamparan ringan, tetapi pukulan keras." Ia menambahkan, "Sejak usia sangat belia, jika Jansen Manansang (pemilik OCI) marah, ia akan melempar bakiak. Hal ini menyebabkan tekanan mental yang mendalam." Rita juga mengatakan perubahan yang sangat ia rasakan akibat kekejaman itu terus menerus yang ia rasakan sejak usia empat tahun.
Vivi bahkan mengaku pernah disetrum aliran listrik dan dikurung di kandang macan karena ketahuan kabur dari mess pemain sirkus. "Saya ditarik dan dimasukkan ke kandang macan oleh Bapak Jansen saat itu. Saya menangis ketakutan, meskipun ada sekat antara saya dan macan," ujarnya. Vivi juga menambahkan, "Saat itu, saya sangat sedih. Dia mengambil alat setrum untuk gajah. Mungkin tidak sakit bagi gajah karena kulitnya tebal, tetapi kulit saya tipis. Saya disetrum berulang kali."
Pemilik OCI, Jansen Manansang, membantah semua tuduhan tersebut. Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak mungkin melakukan tindakan tidak manusiawi. Sebaliknya, ia mengklaim sangat menyayangi para mantan pemain sirkus OCI.
"Patok sirkus memiliki lebar sekitar setengah meter. Tidak mungkin digunakan untuk memukul orang karena terlalu berat untuk diayunkan. Patok tersebut digunakan untuk menancap ke tanah dan mengikat tambang," jelas Jansen. Mengenai tuduhan penyetruman, ia mengatakan, "Jika ada alat setrum, mungkin saya sudah meninggal karena serangan jantung. Alat tersebut digunakan untuk gajah, dan itu pun tidak dipakai."
Para mantan pemain sirkus OCI yang merasa menjadi korban terus berjuang mencari keadilan. Mereka telah mendatangi DPR dan Komnas HAM untuk menyampaikan keluhan dan harapan mereka.