Polemik Sumbangan di SMAN 1 Turen Mencuat, Komite Sekolah Tegaskan Kesepakatan dengan Orang Tua Siswa

Polemik terkait sumbangan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Turen, Kabupaten Malang, memasuki babak baru. Ketua Komite Sekolah, H Mohammad Sodiq, memberikan klarifikasi terkait tudingan adanya praktik pungutan liar (pungli) yang membebani wali murid. Sodiq dengan tegas membantah adanya pungutan liar dan menjelaskan bahwa iuran yang selama ini ditarik adalah Sumbangan Sukarela Masyarakat (SSM) sebesar Rp 225.000 per bulan, serta sumbangan insidentil untuk pembangunan sekolah sebesar Rp 4,5 juta.

Sodiq mengklaim bahwa seluruh sumbangan ini telah disepakati bersama antara komite sekolah dan koordinator kelas, dan telah berjalan dalam kurun waktu tertentu. Ia menduga bahwa aksi protes dari beberapa wali murid merupakan akibat kesalahpahaman dan kurangnya informasi yang tersampaikan kepada mereka. "Mungkin ada celah dalam komunikasi kami, karena informasi tidak sampai kepada semua wali murid. Karena jumlah wali murid sangat banyak, sehingga sulit untuk mengumpulkan semuanya. Namun, kami sudah berupaya menyosialisasikan melalui koordinator kelas," ujarnya.

Lebih lanjut, Sodiq menjelaskan bahwa sumbangan tersebut tidak bersifat mengikat bagi wali murid yang kurang mampu. Mereka dapat mengajukan keringanan kepada komite sekolah dengan menyertakan bukti-bukti yang mendukung kondisi ekonomi mereka. Dana yang terkumpul dari sumbangan tersebut, menurut Sodiq, sepenuhnya digunakan untuk operasional sekolah dan perbaikan fasilitas. Laporan penggunaan dana juga secara rutin disampaikan setiap tahun.

Sodiq menambahkan bahwa SMAN 1 Turen sangat bergantung pada sumbangan dari wali murid karena terkendala masalah legalitas tanah. Status tanah sekolah yang masih atas nama PT Pindad menyebabkan sekolah tidak dapat mengakses bantuan dari pemerintah secara maksimal. "Karena legalitas tanah SMAN 1 Turen masih atas nama PT Pindad, beberapa bantuan tidak bisa turun. Kami menyadari bahwa sekolah ini masih sangat membutuhkan sumbangan dari wali murid," jelasnya.

Sebelumnya, sejumlah wali murid SMAN 1 Turen melakukan protes terkait SSM sebesar Rp 225.000 per bulan dan biaya pembangunan yang mencapai Rp 4,5 juta hingga Rp 6 juta. Salah seorang wali murid, Sayyid Muhammad, mempertanyakan dasar hukum penarikan sumbangan tersebut dan menganggapnya sebagai pungutan liar. Ia merujuk pada Permendikbud No. 75/2016 yang membedakan antara pungutan dan sumbangan. Pungutan bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan, sedangkan sumbangan bersifat sukarela dan tidak mengikat.

Sayyid juga menyoroti kurangnya transparansi dalam pengelolaan dana sumbangan. "Yang kami sayangkan selama ini tidak pernah ada transparansi atau laporan penggunaan anggaran dari hasil pembayaran kita selama ini," ungkapnya.

Pihak sekolah melalui komite sekolah, berharap permasalahan ini dapat segera diselesaikan dengan baik melalui komunikasi yang efektif antara sekolah, komite, dan wali murid. Tujuannya adalah untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif dan berkualitas bagi seluruh siswa SMAN 1 Turen.