Penarikan AS dari JETP: Dampak Terbatas terhadap Transisi Energi Indonesia

Penarikan AS dari JETP: Dampak Terbatas terhadap Transisi Energi Indonesia

Pengumuman penarikan Amerika Serikat dari Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP) telah menimbulkan pertanyaan mengenai dampaknya terhadap upaya transisi energi Indonesia. Namun, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menilai dampaknya tidak signifikan, mengingat JETP telah memasuki fase implementasi. Fase ini, menurut Fabby, berfokus pada pelaksanaan proyek-proyek yang tertera dalam Rencana Kebijakan Investasi Komprehensif (Comprehensive Investment Policy Plan/CIPP), khususnya yang terintegrasi dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.

Fabby menjelaskan bahwa implementasi JETP berarti menjalankan proyek-proyek yang telah teridentifikasi dalam CIPP. Proyek-proyek ini, sebagian besar terkait dengan pembangkit listrik yang terhubung ke jaringan PLN. Pendanaan, termasuk pinjaman konsesional, akan mendukung pelaksanaan proyek-proyek tersebut. Ia menekankan bahwa kendali eksekusi CIPP kini lebih banyak berada di tangan pemerintah Indonesia. Meskipun penarikan AS mengakibatkan pembatalan bantuan teknis berupa hibah melalui program Sustainable and Inclusive Access to Renewable Energy (SINAR), dampaknya dinilai terbatas. Program SINAR, kerjasama dengan USAID yang telah berjalan tiga tahun, memang akan berakhir, namun komitmen pendanaan AS yang sebagian besar berupa pinjaman melalui Bank Dunia, telah disepakati sebelumnya dan tetap berlaku. Selain itu, sebagian besar pendanaan disalurkan melalui Development Finance Corporation (DFC), seperti proyek PLTP Ijen senilai 145 juta dolar AS, yang diyakini tetap akan berjalan.

Lebih lanjut, Fabby menjelaskan bahwa komitmen negara-negara mitra dalam International Partners Group (IPG) tetap kuat. Jerman, yang telah menggantikan AS sebagai pemimpin IPG untuk JETP Indonesia, menegaskan komitmennya untuk melanjutkan dukungan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun AS menarik diri, proses transisi energi Indonesia tetap berlanjut dengan dukungan dari mitra internasional lainnya.

Dukungan Internasional Tetap Berlanjut

Surat dari Duta Besar AS untuk Indonesia, Kamala Shirin Lakhdhir, kepada Menteri Luar Negeri RI, mengungkapkan penarikan AS dari JETP. Meskipun demikian, Dubes Lakhdhir menyatakan komitmennya untuk terus bekerja sama dengan Indonesia guna memperkuat kemitraan bilateral. JETP, yang diluncurkan pada Konferensi Perubahan Iklim PBB di Glasgow tahun 2021, melibatkan sepuluh negara donor yang memberikan pinjaman, jaminan keuangan, dan hibah kepada negara-negara penerima manfaat, termasuk Indonesia, untuk mendukung transisi energi dari batu bara ke energi terbarukan. Meskipun AS menarik diri, komitmen negara-negara lain, khususnya Jerman, menunjukkan bahwa dukungan internasional terhadap transisi energi Indonesia tetap solid.

Analisis Dampak Keuangan

Komitmen AS untuk Indonesia dan Vietnam awalnya melebihi 3 miliar dolar AS, sebagian besar melalui pinjaman komersial. Sementara untuk Afrika Selatan, komitmen AS awalnya mencapai 1,063 miliar dolar AS dari total komitmen 11,6 miliar dolar AS. Namun, keputusan AS untuk menarik diri dari JETP tampaknya lebih berdampak pada komitmen pinjaman daripada hibah. Hal ini sesuai dengan kebijakan Presiden Donald Trump yang memangkas bantuan asing dan memprioritaskan pengembangan bahan bakar fosil. Meskipun demikian, proyek-proyek yang telah disepakati dan memiliki kelayakan finansial yang baik diyakini tetap akan berjalan dengan pendanaan dari sumber lain.

Kesimpulannya, penarikan AS dari JETP meskipun menimbulkan kekhawatiran, dampaknya terhadap transisi energi Indonesia dinilai terbatas. Komitmen negara-negara mitra lainnya, fase implementasi proyek yang sudah berjalan, dan kelayakan finansial proyek-proyek yang ada, memastikan kelanjutan upaya transisi energi Indonesia menuju target net-zero emission.