Surakarta Menggagas Keistimewaan: Antara Tuntutan Sejarah dan Realitas Hukum
Kota Surakarta, yang dahulu dikenal sebagai pusat kebudayaan dan kekuasaan Jawa, kini menyuarakan aspirasi untuk mendapatkan kembali status Daerah Istimewa. Aspirasi ini bukan sekadar nostalgia, melainkan tuntutan yang berakar pada sejarah panjang kota ini dan relevansinya dalam konteks politik dan hukum Indonesia modern.
Surakarta memiliki catatan sejarah yang signifikan dalam mendukung kemerdekaan Indonesia. Kasunanan Surakarta dan Puro Mangkunegaran dengan cepat menyatakan dukungan kepada Republik Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945. Awalnya, Surakarta diberikan status Daerah Istimewa bersama dengan Yogyakarta. Namun, karena adanya pergolakan sosial dan politik pada masa itu, status keistimewaan Surakarta dicabut pada tahun 1946 dan diintegrasikan ke dalam Provinsi Jawa Tengah.
Kini, muncul kembali pertanyaan mengenai kelayakan Surakarta untuk mendapatkan kembali status istimewa tersebut. Tuntutan ini didasarkan pada pengakuan dan penghormatan negara terhadap daerah-daerah yang memiliki kekhususan sejarah, budaya, dan sosial, sebagaimana diatur dalam Pasal 18B ayat (1) UUD 1945. Status keistimewaan suatu daerah harus diatur melalui undang-undang khusus (lex specialis), seperti yang telah dilakukan untuk Yogyakarta, Aceh, dan Papua.
Usulan menjadikan Surakarta sebagai Daerah Istimewa Surakarta kembali disuarakan dari Keraton Surakarta Hadiningrat. Secara historis, budaya, bahkan dalam dokumen-dokumen kemerdekaan, Surakarta tercatat sebagai entitas politik yang mendukung Republik. Namun, sejarah saja tidak cukup. Dalam realitas hukum tata negara saat ini, status istimewa harus ditopang oleh lex specialis, undang-undang khusus yang mengatur hak-hak keistimewaan tersebut.
Untuk mewujudkan status Daerah Istimewa Surakarta, diperlukan adanya dukungan dan legitimasi dari masyarakat. Selain itu, stabilitas politik dan kesiapan kelembagaan juga menjadi faktor penting yang harus dipertimbangkan. Pemerintah pusat dan DPR RI perlu melakukan kajian yang mendalam dan komprehensif untuk memastikan bahwa pemberian status keistimewaan ini tidak hanya didasarkan pada pertimbangan sejarah, tetapi juga pada prinsip keadilan dan kepentingan publik.
Berikut adalah syarat mutlak untuk membentuk daerah istimewa:
- Legitimasi sosial: Dukungan rakyat harus nyata.
- Stabilitas politik: Jangan sampai pengangkatan status istimewa justru menjadi sumber konflik baru.
- Kesiapan kelembagaan: Kerangka kelembagaan pengelolaan budaya, pemerintahan adat, hingga peraturan daerah istimewa harus disiapkan dengan matang.
Tuntutan Surakarta untuk menjadi daerah istimewa harus diajukan dengan mempertimbangkan realitas politik dan hukum yang berlaku. Status istimewa di era republik menuntut tanggung jawab, keterbukaan, dan demokrasi yang lebih besar. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa keistimewaan Surakarta benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat dan memberikan manfaat yang nyata bagi kemajuan kota ini.
Negara harus bersikap jernih dan bijaksana dalam menanggapi aspirasi ini. Pemberian status daerah istimewa harus didasarkan pada kajian yang rasional, berbasis hukum, dan berkeadilan publik, bukan hanya sekadar penghargaan atas jasa sejarah. Dengan demikian, status keistimewaan Surakarta dapat menjadi simbol kemajuan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, serta memperkuat hubungan antara negara dan rakyat.