Garuda Indonesia Optimalkan Perawatan Armada di Tengah Tantangan Rantai Pasok Global

Garuda Indonesia Group memberikan penjelasan resmi terkait kabar penghentian operasional sementara terhadap 15 pesawat yang terdiri dari 14 armada Citilink dan 1 armada Garuda Indonesia.

Direktur Teknik Garuda Indonesia, Rahmat Hanafi, menyatakan bahwa langkah ini merupakan bagian dari percepatan penjadwalan perawatan rutin atau heavy maintenance. Proses ini meliputi penggantian suku cadang yang krusial untuk memastikan standar keselamatan dan kelaikan terbang tetap terjaga.

"Keseluruhan proses perawatan armada tersebut direncanakan akan dilaksanakan pada tahun ini," ungkap Rahmat dalam keterangan tertulis.

Ia menambahkan bahwa keterbatasan supply chain suku cadang saat ini menjadi tantangan yang dihadapi oleh hampir seluruh pelaku industri penerbangan global. Kondisi ini berdampak pada durasi heavy maintenance yang menjadi lebih panjang.

"Garuda Indonesia terus mendorong optimalisasi kapasitas produksi di tengah tantangan industri penerbangan global, khususnya dinamika rantai pasok suku cadang pesawat yang kini melanda hampir sebagian besar pelaku industri transportasi udara dunia," jelasnya.

Sebelumnya, laporan dari Bloomberg memberitakan bahwa Garuda Indonesia menghentikan sementara operasional 15 pesawat karena kesulitan dalam membayar biaya perawatan. Laporan tersebut juga mengindikasikan bahwa rencana pemulihan maskapai mungkin terhambat.

Beberapa pemasok Garuda juga meminta pembayaran di muka untuk suku cadang dan tenaga kerja akibat kekhawatiran terhadap kondisi keuangan maskapai.

Berdasarkan data dari Cirium, perusahaan pelacak armada maskapai, Garuda Indonesia saat ini memiliki 66 pesawat yang beroperasi dan 14 pesawat yang disimpan.

Pada akhir tahun lalu, Garuda Indonesia menunjuk Wamildan Tsani Panjaitan sebagai CEO baru dengan misi memperbaiki neraca keuangan dan memperluas jaringan internasional. Presiden Republik Indonesia juga menyampaikan harapan agar Garuda, yang telah lama berjuang secara finansial, dapat meningkatkan profitabilitas dan memperluas jangkauan internasionalnya.

Namun, maskapai penerbangan di Asia Tenggara menghadapi tantangan akibat kebijakan pembatasan harga tiket pesawat domestik yang ditetapkan pemerintah untuk mengendalikan biaya tiket kelas ekonomi. Kebijakan ini mempersulit maskapai untuk meningkatkan tarif dan pendapatan. Selain itu, nilai tukar rupiah yang melemah juga memberikan tekanan, mengingat sebagian besar biaya operasional menggunakan dolar AS.

"Akibatnya, Garuda bukan satu-satunya maskapai dengan lebih banyak pesawat yang tidak beroperasi karena kesulitan pembayaran perawatan," ungkap sumber Bloomberg.

Berikut adalah poin-poin penting yang perlu diperhatikan:

  • Percepatan Heavy Maintenance: Garuda Indonesia tengah mempercepat penjadwalan perawatan rutin untuk 15 pesawat.
  • Tantangan Supply Chain: Keterbatasan pasokan suku cadang menjadi kendala utama.
  • Kondisi Keuangan: Maskapai terus berupaya memperbaiki neraca keuangan dan meningkatkan profitabilitas.
  • Kebijakan Pemerintah: Pembatasan harga tiket pesawat domestik dan nilai tukar rupiah yang melemah memberikan tekanan finansial.