ALS: Transformasi dari Angkutan Pertanian ke Raksasa Transportasi Sumatera-Jawa
Sejarah panjang Antar Lintas Sumatera (ALS) sebagai salah satu ikon transportasi darat di Pulau Sumatera tak bisa dilepaskan dari sosok Haji Sati Lubis, pendirinya. Dimulai pada tahun 1966, ALS tumbuh dari inisiatif sederhana seorang pedagang hasil bumi menjadi perusahaan otobus yang melayani rute-rute panjang hingga ke Pulau Jawa.
Awalnya, Haji Sati Lubis menggunakan truk untuk mengangkut hasil panen dari Kotanopan, Mandailing Natal, ke Medan. Namun, truk tersebut juga sering digunakan untuk mengangkut penumpang. Melihat potensi ini, Haji Sati Lubis kemudian mengganti truknya dengan bus, menandai lahirnya PO ALS.
Pada awalnya, ALS hanya melayani rute pendek seperti Medan-Kotanopan, kemudian diperluas ke Medan-Bukittinggi. Seiring dengan meningkatnya mobilitas masyarakat Sumatera ke Jawa, ALS memperpanjang rutenya hingga ke Bekasi dan Jakarta. Tahun 1972 menjadi tonggak sejarah ketika ALS mulai melayani trayek dari berbagai kota besar di Sumatera menuju Jawa, termasuk Banda Aceh, Jambi, Padang, Parapat, Pekanbaru, Padang Sidempuan, hingga mencapai Jember, Jawa Timur.
Rute Medan-Jember yang membentang lebih dari 2.700 kilometer ini ditempuh dalam waktu 3-4 hari. Di era 1970-an dan 1980-an, ALS menjadi pionir dalam membuka trayek Medan-Jakarta, menantang berbagai kondisi jalan yang sulit di Sumatera yang saat itu infrastrukturnya masih minim. ALS menjadi pelopor rute lintas Sumatera-Jawa.
Saat ini, tampuk kepemimpinan ALS berada di tangan generasi kedua, yaitu Chandra Lubis, putra dari Haji Sati Lubis. Meskipun manajemen dipegang oleh Chandra Lubis, kepemilikan armada bus ALS terdesentralisasi. Banyak bus dimiliki oleh pihak ketiga, termasuk anggota keluarga, yang beroperasi di bawah bendera ALS. Sistem ini terbilang unik, di mana sebagian besar armada bukan milik PT ALS Medan, melainkan dimiliki oleh perorangan atau mitra yang kemudian beroperasi di bawah nama besar ALS.
Menurut Asrul Arifin Siregar dari Forum Bismania Indonesia, identitas pemilik armada dapat dilihat dari nomor yang tertera di bagian belakang bus. Nomor-nomor tertentu mengindikasikan pemilik yang berbeda, misalnya nomor ujung 1 yang merujuk pada Chandra Lubis, direktur PO ALS. Namun, seiring berjalannya waktu dan bertambahnya jumlah armada, sistem penomoran ini menjadi lebih fleksibel.
Sewan Delrizal Lubis, generasi ketiga dari salah satu pemilik armada ALS, menjelaskan bahwa nomor pintu bus saat ini sudah banyak yang acak, karena jumlah bus yang terus bertambah. Hal ini menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan ALS sebagai sebuah perusahaan otobus yang melibatkan banyak pihak.
Selain melayani trayek reguler, ALS juga menyediakan layanan angkutan pariwisata, charter, dan mudik Lebaran. Pada musim mudik, ALS mengerahkan puluhan hingga ratusan armada tambahan untuk memenuhi tingginya permintaan. Armada bus ALS menggunakan berbagai merek karoseri seperti Adiputro, Laksana, dan Morodadi Prima, dengan bodi bus seperti Jetbus dan Legacy. Mesin bus yang digunakan berasal dari produsen ternama seperti Mercedes-Benz, Hino, dan Scania.
Berikut beberapa merek karoseri yang digunakan oleh PO ALS:
- Adiputro
- Laksana
- Morodadi Prima
Dengan bodi bus seperti:
- Jetbus
- Legacy
Mesin bus berasal dari merek ternama seperti:
- Mercedes-Benz
- Hino
- Scania