KPK Telisik Keuangan ASDP Terkait Dugaan Korupsi Akuisisi Jembatan Nusantara

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Fokus penyelidikan kali ini tertuju pada pengelolaan keuangan perusahaan pelat merah tersebut pada tahun 2021.

Upaya pendalaman ini dilakukan seiring dengan penyidikan kasus dugaan korupsi terkait kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) yang terjadi pada rentang waktu 2019 hingga 2022. Penyidik KPK memanggil dan memeriksa sejumlah saksi untuk mengumpulkan bukti dan informasi yang relevan.

Salah satu saksi yang diperiksa adalah Vice President Keuangan PT ASDP tahun 2021, Susilo Prasojo. Pemeriksaan terhadap Susilo Prasojo dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Senin (5/5/2025). Menurut keterangan dari anggota Tim Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, pemeriksaan terhadap Susilo Prasojo difokuskan pada pendalaman terkait pengelolaan keuangan PT ASDP pada tahun 2021.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan dan menahan tiga direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN). Ketiga tersangka tersebut adalah:

  • Ira Puspadewi (IP), mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero)
  • Muhammad Yusuf Hadi (MYH), Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) periode 2019-2024
  • Harry Muhammaf Adhi Caksono (HMAC), Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) periode 2020-2024

Kasus ini bermula dari tawaran Adjie, pemilik PT Jembatan Nusantara, kepada PT ASDP untuk mengakuisisi sejumlah kapal miliknya pada tahun 2014. Namun, tawaran tersebut ditolak oleh sebagian direksi PT ASDP karena kondisi kapal-kapal tersebut yang dinilai sudah tua.

Pada tahun 2018, setelah Ira Puspadewi menjabat sebagai Direktur Utama PT ASDP Ferry Indonesia, Adjie kembali menawarkan kerja sama dan akuisisi. Tawaran tersebut kemudian diterima dan dilanjutkan pada periode 2020-2021.

Namun, proses akuisisi ini diduga dilakukan dengan cara yang tidak transparan dan melanggar ketentuan yang berlaku. Salah satu indikasi pelanggaran adalah adanya dugaan pemalsuan dokumen penilaian pemeriksaan kapal.

Akibat perbuatan para tersangka, negara diduga mengalami kerugian yang mencapai hampir Rp 900 miliar. KPK terus mengembangkan penyidikan kasus ini untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dan memulihkan kerugian negara.