Mantan Inspektorat Teluk Bintuni Ditetapkan Sebagai Buronan Kasus Korupsi Jalan Simiei-Obo
Mantan Inspektorat Teluk Bintuni Ditetapkan Sebagai Buronan Kasus Korupsi Jalan Simiei-Obo
Polres Teluk Bintuni resmi menetapkan mantan Kepala Inspektorat Kabupaten Teluk Bintuni, berinisial RT, sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) terkait kasus dugaan korupsi pembangunan Jalan Simiei-Obo. Proyek senilai Rp 6,3 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Anggaran 2022 ini telah memasuki tahap penyelesaian berkas perkara di Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni dengan status P21 (berkas lengkap). Ketidakkooperatifan RT dalam proses hukum menjadi alasan penetapan status buron tersebut. Meskipun awalnya ditahan bersama dua tersangka lain, M dan S, RT memanfaatkan penangguhan penahanan menjadi tahanan kota untuk menghindari proses hukum lebih lanjut.
Kasus ini bermula dari penetapan tiga tersangka: M dan S sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan RT yang memegang peran krusial dalam proyek tersebut. Meskipun ketiganya awalnya ditahan, permohonan tahanan kota mereka dikabulkan setelah gelar perkara di Ditreskrimsus Polda Papua Barat. Namun, setelah berkas perkara dinyatakan lengkap, penyidik kepolisian mengalami kendala dalam memanggil ketiga tersangka. Hanya M dan S yang kooperatif, sementara RT mangkir dari panggilan dan hingga kini keberadaannya tidak diketahui. Upaya pencarian telah dilakukan, termasuk mendatangi lokasi yang diduga sebagai tempat persembunyian RT dan menghubungi kuasa hukum serta keluarganya, namun semua upaya tersebut belum membuahkan hasil. Untuk memperkuat upaya penangkapan, pihak kepolisian telah mengeluarkan surat DPO, melakukan pencekalan terhadap yang bersangkutan, dan meminta bantuan Bareskrim Polri.
Peran RT dalam kasus ini sangat signifikan. Sebagai mantan Kepala Inspektorat dan anggota Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Teluk Bintuni, ia diduga kuat telah menyalahgunakan wewenang dan menikmati sebagian besar keuntungan dari proyek tersebut. Meskipun S dan M turut terlibat, penyidik berpendapat bahwa RT-lah yang menjadi aktor utama dalam skema korupsi ini. Proyek yang sebenarnya berada di bawah naungan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Teluk Bintuni ini, diduga telah disalahgunakan oleh RT untuk memperkaya diri sendiri. Sebagai tindak lanjut, Polres Teluk Bintuni telah meminta Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni untuk menghentikan pembayaran gaji RT yang masih berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN).
Langkah hukum selanjutnya adalah pembacaan surat DPO di hadapan majelis hakim setelah berkas perkara dilimpahkan ke pengadilan. Keberadaan RT yang masih belum diketahui menimbulkan kekhawatiran akan terhambatnya proses hukum dan mengikis kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di wilayah Papua Barat. Pihak kepolisian terus berupaya maksimal untuk menangkap RT dan mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Kasus ini juga menjadi sorotan atas pentingnya pengawasan ketat terhadap proyek-proyek pemerintah dan peran penting inspektorat dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.
Langkah-langkah yang telah diambil pihak kepolisian meliputi:
- Penetapan status DPO
- Pencekalan terhadap RT
- Permintaan bantuan Bareskrim Polri
- Pencarian intensif ke berbagai lokasi
- Koordinasi dengan kuasa hukum dan keluarga
- Permintaan penghentian pembayaran gaji RT kepada Pemkab Teluk Bintuni
Proses hukum akan terus berjalan hingga RT berhasil ditangkap dan diadili sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.