Puluhan WNI Terjaring Razia Haji Ilegal di Bandara Jeddah, Terancam Denda Ratusan Juta Rupiah

Otoritas Arab Saudi kembali menjaring puluhan Warga Negara Indonesia (WNI) yang diduga kuat hendak menunaikan ibadah haji secara ilegal. Penangkapan ini dilakukan di Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah.

Menurut keterangan dari Konsul Jenderal RI di Jeddah, Yusron B Ambary, sebanyak 30 WNI kedapatan menggunakan visa ziarah untuk mencoba memasuki Makkah, yang mana hal ini jelas melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah Saudi. Yusron menjelaskan bahwa pemerintah Saudi hanya mengizinkan jemaah dengan visa haji resmi untuk memasuki Makkah selama musim haji yang telah dimulai sejak 29 April lalu.

"Tim kami di bandara telah melakukan interogasi. Mereka mengaku berasal dari Madura, dan secara sadar mengakui niat mereka untuk berhaji dengan menggunakan visa ziarah. Bahkan, beberapa di antaranya mengaku telah membayar hingga Rp 150 juta," ungkap Yusron, seperti yang dikutip dari Media Center Haji.

Para WNI tersebut terancam denda sebesar 100 ribu Riyal Saudi, atau setara dengan sekitar Rp 448 juta. Yusron menambahkan bahwa KJRI Jeddah tidak memiliki wewenang untuk melakukan penindakan terhadap para WNI tersebut.

Selain denda yang sangat besar, mereka yang mencoba berhaji tanpa visa resmi juga berisiko menghadapi hukuman penjara dan larangan masuk ke Makkah. "Bagi mereka yang tidak memiliki visa haji, ancamannya adalah penjara. Bahkan, jika mereka memiliki visa yang valid, seperti visa ziarah, mereka akan diturunkan di KM 14, yang merupakan perbatasan antara Jeddah dan Makkah," tegasnya.

Yusron juga mengungkapkan bahwa beberapa jemaah ilegal seringkali nekat mencoba masuk ke Makkah dengan berbagai cara. Otoritas Saudi tidak akan segan-segan memberikan hukuman berat bagi siapa pun yang melanggar aturan ini. Proses pengadilan akan dilakukan, dan denda yang dikenakan bisa mencapai 100 ribu riyal atau sekitar Rp 448 juta. Denda ini berlaku tidak hanya bagi pelaku, tetapi juga bagi mereka yang terlibat dalam membantu, seperti menyediakan tempat tinggal atau transportasi.

Pemerintah Indonesia sendiri telah berupaya semaksimal mungkin untuk mencegah WNI menjadi jemaah haji ilegal. Namun, masih saja ada WNI yang mencoba jalur lain, seperti pergi ke negara lain terlebih dahulu sebelum menuju ke Saudi.

"Kami siap membantu dalam proses pemulangan mereka, tetapi biaya tiket ditanggung sendiri. Beberapa ada yang bersedia pulang, tetapi ada juga yang tetap nekat untuk mencoba masuk Makkah lagi," ujar Yusron.

Yusron kembali mengingatkan, "Tagline-nya sangat jelas: berhaji tanpa visa haji berarti uang hilang, haji pun tidak terlaksana."

Sebelumnya, sebanyak 50 WNI lainnya juga telah ditolak masuk ke Arab Saudi karena menggunakan visa pekerja musiman. Mereka langsung dideportasi kembali ke Indonesia dengan penerbangan berikutnya. Imigrasi Saudi tidak memberikan penjelasan khusus, karena hal tersebut merupakan hak penuh otoritas mereka.

Selain itu, terdapat dua calon jemaah haji reguler asal Lombok yang mengalami kendala saat tiba di Arab Saudi. Mereka terdeteksi memiliki riwayat deportasi dan masuk dalam daftar cekal imigrasi Saudi. Satu di antaranya harus dipulangkan ke Indonesia.

"Satu orang bisa melanjutkan perjalanan karena masa cekalnya sudah habis, sementara yang satu lagi harus dipulangkan karena masa cekalnya masih berlaku," jelas Yusron.

Menurutnya, kedua jemaah tersebut bisa lolos hingga ke Saudi karena embarkasi Lombok belum menggunakan skema fast track. Seluruh data jemaah haji terekam secara detail di Saudi. Yusron menjelaskan bahwa proses visa untuk haji tidak melibatkan data biometrik. Namun, saat memasuki imigrasi, semua data terekam melalui sidik jari dan wajah. Sistem mereka langsung mendeteksi.

Kementerian Agama (Kemenag) telah melakukan sosialisasi kepada seluruh jemaah agar mematuhi aturan, termasuk memastikan diri tidak masuk dalam daftar cekal Saudi. "Kemenag selalu melakukan sosialisasi. Bagi yang ingin berhaji, pastikan tidak masuk kategori cekal," pungkasnya.