Konflik India-Pakistan Ancam Stabilitas Harga CPO, Petani Sawit Resah
Perang India-Pakistan Picu Kekhawatiran Petani Sawit akan Penurunan Harga CPO
Konflik yang berkecamuk antara India dan Pakistan memicu kekhawatiran mendalam di kalangan petani kelapa sawit Indonesia. Setiyono, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Inti Rakyat (Aspekpir), mengungkapkan kegelisahannya terkait potensi penurunan harga crude palm oil (CPO) akibat instabilitas geopolitik ini.
India dan Pakistan merupakan dua pasar ekspor CPO terbesar bagi Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 menunjukkan bahwa India menyerap 4,27 juta ton CPO, sementara Pakistan mengimpor 3 juta ton. Potensi gangguan terhadap aktivitas perdagangan dengan kedua negara ini mengkhawatirkan para petani sawit.
"India adalah pasar besar bagi kita. Kondisi ini membuat kami was-was. Kemungkinan besar, salah satu dampaknya adalah penurunan harga CPO yang signifikan," ujar Setiyono di Universitas Pancasila, Jakarta.
Menurut Setiyono, harga CPO Indonesia telah mengalami penurunan dalam beberapa hari terakhir. Tekanan ini tidak hanya berasal dari ketegangan geopolitik, tetapi juga diperparah oleh kebijakan domestik, terutama setelah terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Kawasan Hutan. Perpres ini membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang menargetkan lahan-lahan sawit di kawasan hutan. Setiyono berpendapat bahwa kebijakan ini menciptakan ketidakpastian hukum bagi industri sawit.
"Dengan adanya Perpres tersebut, harga CPO cenderung terus menurun karena industri kelapa sawit kehilangan kepastian hukum," jelasnya.
Eksekusi lapangan oleh Satgas PKH juga dilaporkan mengganggu aktivitas petani dan perusahaan kelapa sawit. Beberapa perusahaan bahkan mengalami kesulitan menjual hasil produksi mereka karena terdampak penyitaan.
"Dulu ekspor lancar dan menghasilkan devisa, sekarang tertahan. Perusahaan-perusahaan yang produksinya telah disita juga tidak bisa menjual, bukan?" kata Setiyono.
Kementerian Perdagangan mencatat bahwa harga referensi CPO untuk penetapan bea keluar dan tarif Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) periode Mei 2025 ditetapkan sebesar 924,46 dollar AS per metrik ton (MT). Angka ini mengalami penurunan sebesar 37,07 dollar AS atau 3,86 persen dibandingkan April 2025 yang tercatat 961,54 dollar AS per MT.
Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Isy Karim, menjelaskan bahwa penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk berkurangnya permintaan dari India dan China. Selain itu, penurunan harga minyak nabati lainnya, seperti minyak kedelai, serta penurunan harga minyak mentah dunia juga turut memengaruhi penurunan harga CPO.
Dampak Ganda: Geopolitik dan Kebijakan Domestik
Kondisi ini menghadirkan tantangan ganda bagi petani kelapa sawit. Di satu sisi, konflik India-Pakistan mengancam pasar ekspor utama. Di sisi lain, kebijakan domestik terkait kawasan hutan menambah ketidakpastian dan tekanan pada harga CPO.
Berikut adalah beberapa poin penting yang perlu diperhatikan:
- Konflik India-Pakistan: Mengancam ekspor CPO ke dua negara importir terbesar.
- Perpres Nomor 5 Tahun 2025: Menciptakan ketidakpastian hukum bagi industri sawit.
- Penurunan Harga CPO: Dipicu oleh kombinasi faktor geopolitik dan kebijakan domestik.
- Gangguan Aktivitas Petani: Eksekusi lapangan oleh Satgas PKH menghambat produksi.
- Penurunan Permintaan Global: Turunnya permintaan dari India dan China memperparah situasi.
Para petani sawit berharap agar pemerintah dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi tantangan ini dan menjaga stabilitas harga CPO, sehingga kesejahteraan mereka tetap terjamin.