Proyek Penulisan Ulang Sejarah Nasional: Akademisi Ingatkan Ancaman Bias Politik dan Perlunya Validitas Data

Pemerintah Indonesia tengah menjalankan sebuah proyek ambisius untuk menulis ulang Sejarah Nasional Indonesia, dengan target penyelesaian pada 17 Agustus 2025. Inisiatif ini menuai berbagai tanggapan, salah satunya dari kalangan akademisi yang menyoroti potensi bias dan kepentingan politik yang dapat memengaruhi proses penulisan ulang tersebut.

Radius Setiyawan, Wakil Rektor Bidang Riset, Kerjasama, dan Digitalisasi Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, menekankan pentingnya objektivitas dan validitas data dalam proses revisi narasi sejarah bangsa. Ia mengingatkan bahwa sejarah seringkali menjadi produk kekuasaan, di mana narasi yang dominan adalah yang disebarluaskan oleh kelompok yang berkuasa. Hal ini selaras dengan ungkapan 'sejarah ditulis oleh para pemenang'.

Radius menjelaskan bahwa revisi sejarah adalah hal yang wajar dalam kajian ilmiah, namun harus dilakukan dengan metodologi yang ketat dan validitas data yang teruji. Ia juga menyoroti peran media dalam membentuk interpretasi sejarah. Di era digital ini, media memiliki kekuatan untuk memperkuat atau meruntuhkan tafsir sejarah yang sudah ada.

Lebih lanjut, Radius menekankan pentingnya menyelesaikan 'beban sejarah' yang belum tuntas di Indonesia. Ia mempertanyakan bagaimana sebuah bangsa dapat melangkah maju jika masih dibebani oleh isu-isu sejarah yang belum terselesaikan. Beban sejarah ini, menurutnya, akan menjadi penghambat perjalanan bangsa.

Radius berharap pemerintah berhati-hati dalam menjalankan proyek penulisan ulang sejarah ini. Ia menekankan bahwa proyek ini seharusnya tidak menjadi alat politik, melainkan cermin dari kebenaran sejarah yang lebih utuh dan berimbang. Pemerintah, menurutnya, harus memastikan bahwa upaya ini dilakukan secara komprehensif, objektif, dan ilmiah.

Berikut adalah poin-poin penting yang perlu diperhatikan dalam penulisan ulang sejarah nasional:

  • Objektivitas: Proses penulisan harus bebas dari kepentingan politik dan ideologi tertentu.
  • Validitas Data: Data dan sumber sejarah yang digunakan harus akurat dan terverifikasi.
  • Metodologi Ilmiah: Penulisan harus mengikuti kaidah-kaidah penelitian sejarah yang ketat.
  • Keterbukaan: Proses penulisan harus transparan dan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan, termasuk sejarawan, akademisi, dan masyarakat sipil.
  • Penyelesaian Beban Sejarah: Upaya penulisan ulang sejarah harus menjadi momentum untuk menyelesaikan isu-isu sejarah yang belum tuntas.

Dengan memperhatikan poin-poin ini, diharapkan proyek penulisan ulang sejarah nasional dapat menghasilkan narasi sejarah yang lebih akurat, berimbang, dan inklusif, serta dapat menjadi landasan yang kuat bagi pembangunan bangsa di masa depan.