Polemik Pelayanan RS Darjat: Pasien BPJS Diduga Dipaksa Operasi di Samarinda
Dugaan praktik yang kurang profesional di Rumah Sakit (RS) Darjat, Samarinda, memicu reaksi keras dari berbagai pihak. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) sebagai upaya mediasi antara pasien, kuasa hukum, dan Dinas Kesehatan Kota Samarinda, Kamis (8/5/2025). Sayangnya, perwakilan RS Darjat dan dokter yang bertanggung jawab atas kasus tersebut absen dalam forum penting ini.
Kuasa hukum korban, Titus T. Pakalla, mengungkapkan kronologi peristiwa yang dialami kliennya, Rias Khairunnisa. Awalnya, Rias mengalami masalah pencernaan setelah mengonsumsi makanan yang memicu gangguan lambungnya. Setelah berobat ke Puskesmas, ia didiagnosis menderita penyakit lambung dan disarankan untuk rawat inap. Karena keterbatasan fasilitas, Rias dirujuk ke beberapa rumah sakit, tetapi semua kamar penuh. Akhirnya, ia memilih RS Darjat karena situasinya yang relatif sepi.
Ironisnya, kondisi Rias justru memburuk di RS Darjat. Dokter mendiagnosis indikasi usus buntu dan merekomendasikan operasi. Meskipun merasa kondisinya membaik dan ingin menolak operasi, Rias diduga dipaksa untuk menjalani tindakan medis tersebut. “Klien kami sudah merasa sehat, tapi dipaksa operasi. Kalau tidak mau, disuruh bayar pribadi. Padahal dia pakai BPJS. Akhirnya operasi dilakukan,” ujar Titus.
Setelah operasi dan diperbolehkan pulang, kondisi Rias kembali kritis di rumah. Ia bahkan sempat pingsan dan dilarikan kembali ke RS Darjat. Namun, kali ini ia merasa tidak mendapatkan penanganan medis yang memadai karena tidak ada dokter jaga. “Tidak ada dokter, cuma perawat. Kami minta dirawat, malah disarankan ke rumah sakit lain dan diberi surat rujukan. Tapi anehnya, di surat rujukan itu ditulis pasien dalam kondisi stabil, padahal saya datang digotong pakai ambulans dalam kondisi setengah sadar,” ungkap Rias.
Keluarga dan kuasa hukum Rias menduga bahwa rumah sakit berusaha menghindari tanggung jawab dengan menerbitkan surat rujukan yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Mereka juga menyayangkan kurangnya respons terhadap dua surat somasi yang telah dilayangkan sejak Oktober hingga November 2024. “Somasi kami dijawab dengan bahasa yang arogan. Mereka bilang kami tidak mengerti dunia medis. Tidak ada upaya mediasi, malah menyalahkan korban dan tim hukum,” imbuh Rias.
Ketidakhadiran perwakilan RS Darjat dan dokter yang menangani kasus ini dalam RDP DPRD Samarinda sangat disesalkan. Rias menilai bahwa forum tersebut seharusnya menjadi kesempatan bagi rumah sakit untuk memberikan klarifikasi. DPRD Samarinda berjanji akan memanggil semua pihak terkait, termasuk RS Darjat dan BPJS Kesehatan, dalam RDP lanjutan yang dijadwalkan pada minggu berikutnya. Pertemuan ini diharapkan dapat menjadi solusi atas sengketa yang telah berlangsung sejak tahun 2024.
Rias dan kuasa hukumnya menuntut pertanggungjawaban dari rumah sakit, baik secara medis maupun administratif. Mereka juga mempertimbangkan langkah hukum jika mediasi tidak menghasilkan solusi yang memuaskan. “Sejak Oktober kami sudah beritikad baik untuk bertemu, tapi rumah sakit tertutup. Media pun kami bawa ke sana, tetap ditolak. Kami berharap minggu depan semua pihak hadir, dan kalau tidak ada penyelesaian, tentu langkah hukum akan kami ambil,” tegas Titus.