Penertiban Akomodasi Ilegal di Bali: Pemilik Kos Wajib Laporkan Keberadaan Turis Asing
Pemerintah Kabupaten Badung, Bali, mengambil langkah tegas untuk menertibkan keberadaan akomodasi ilegal yang menjamur di wilayahnya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mewajibkan pemilik kos-kosan untuk melaporkan keberadaan turis asing yang menginap di tempat mereka dalam waktu 1x24 jam kepada kepala lingkungan setempat. Kebijakan ini diambil sebagai respons terhadap maraknya rumah tinggal yang beralih fungsi menjadi tempat menginap bagi wisatawan tanpa izin yang jelas.
Bupati Badung, I Wayan Adi Arnawa, menjelaskan bahwa aturan ini akan dituangkan dalam bentuk keputusan bupati yang memuat standar operasional prosedur (SOP) pelaporan tamu asing. Tujuan utama dari kebijakan ini bukan hanya sekadar administrasi, tetapi juga untuk menertibkan akomodasi wisata yang tidak berizin dan mengoptimalkan pendapatan daerah yang selama ini bocor akibat praktik ilegal tersebut. "Setiap tamu yang datang, bagi pemilik kos-kosan harus lapor dalam waktu 1 x 24 jam, baik ke Kaling atau yang terdekat, seperti kepala dinas, perbekel. Harus dipastikan siapa yang datang," tegas Adi Arnawa.
Menurut Bupati, banyak rumah tinggal yang saat ini beralih fungsi menjadi tempat menginap bagi wisatawan, namun tidak tercatat sebagai unit akomodasi resmi. Kondisi ini dianggap merugikan daerah karena tidak memberikan kontribusi yang semestinya. Sementara akomodasi yang resmi seperti hotel, justru melaporkan adanya penurunan tingkat keterisian kamar di tengah naiknya jumlah turis ke Bali. Industri perhotelan sendiri merupakan salah satu sumber pemasukan pemerintah daerah di Bali melalui penarikan pajak.
"Wajib itu hukumnya melaporkan aktivitas masyarakat. Termasuk rumah tinggal yang dijadikan akomodasi pariwisata. Dari sana kita akan dapat data valid," kata Adi.
Tindakan nyata berupa inspeksi mendadak (sidak) juga telah dilakukan oleh Bupati Adi bersama Wakil Bupati Bagus Alit Sucipta dan jajaran terkait. Sidak menyasar beberapa titik kos-kosan di Kabupaten Badung sebagai tindak lanjut atas keluhan pelaku pariwisata mengenai penurunan tingkat hunian hotel. Ironisnya, penurunan ini terjadi di tengah peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali.
"Kami turun langsung mengecek, ke Kerobokan Kelod, termasuk di Pengubengan Kangin. Ditemukan ada kos-kosan yang pemiliknya orang luar Bali, WNI, tapi di dalamnya dihuni oleh belasan warga negara asing," ungkap Bagus Alit Sucipta. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa praktik sewa lahan oleh pemilik non-Bali dari warga lokal kemudian diubah menjadi kos-kosan menjadi modus operandi yang umum ditemukan. Harga sewa kos-kosan tersebut bervariasi, mulai dari Rp 200.000 per hari hingga Rp 3 juta per bulan.
Masalah lain yang ditemukan adalah meskipun pemilik kos-kosan memiliki kewajiban membayar pajak, mereka tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) untuk kos-kosan. "Jadi mereka sewa lahan di orang Bali, tapi kemudian dijadikan kos-kosan. Wajib pajak mereka punya, tapi izin mendirikan kos-kosan tidak ada. Tidak boleh di permukiman ada akomodasi wisata," tegas Bagus.
Kondisi ini diperparah dengan laporan dari Sekretaris Jenderal PHRI Bali, Perry Marcus, yang mengungkapkan bahwa tingkat hunian hotel di Bali mengalami penurunan sekitar 10-20 persen sejak awal tahun 2025. Padahal, data Dinas Pariwisata Bali menunjukkan bahwa jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada Januari-Februari 2025 mencapai 1.013.700 orang, meningkat sekitar 16 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2024 yang sebanyak 875.314 orang.
Berikut adalah beberapa poin penting dari permasalahan ini:
- Maraknya akomodasi ilegal berupa kos-kosan yang dihuni turis asing.
- Kewajiban pemilik kos untuk melaporkan keberadaan turis asing dalam 1x24 jam.
- Penurunan tingkat hunian hotel di tengah peningkatan kunjungan wisatawan.
- Praktik sewa lahan oleh pemilik non-Bali yang kemudian diubah menjadi kos-kosan ilegal.
- Tidak adanya izin mendirikan bangunan (IMB) untuk kos-kosan.
Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan pemerintah daerah dapat memiliki data yang valid mengenai jumlah wisatawan yang menginap di akomodasi non-resmi dan meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pariwisata. Selain itu, penertiban akomodasi ilegal juga diharapkan dapat menciptakan persaingan yang sehat antara akomodasi resmi dan non-resmi, serta meningkatkan kualitas pelayanan pariwisata di Bali.