Tanah Negara di Depok Dikuasai Warga, Sorotan Tajam Terhadap Pengawasan Aset Pemerintah

Polemik penguasaan lahan negara kembali mencuat, kali ini di Kampung Baru, Harjamukti, Cimanggis, Kota Depok. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyoroti kondisi lahan seluas 3,5 hektar milik Sekretariat Negara (Setneg) RI yang diduduki oleh warga tanpa izin yang jelas. Persoalan ini menggarisbawahi lemahnya pengawasan terhadap aset-aset negara, yang berpotensi merugikan kepentingan publik dan negara.

Kritik keras Dedi Mulyadi ditujukan langsung kepada perwakilan Setneg RI di lokasi. Ia mempertanyakan mengapa lahan strategis dan bernilai tinggi tersebut dibiarkan terbengkalai tanpa pengawasan yang memadai. Padahal, menurut pengakuan perwakilan Setneg, masalah penguasaan lahan ilegal ini sudah terdeteksi sejak tahun 2013. Upaya pengamanan sempat dilakukan dengan pemasangan pagar keliling pada tahun 2014, namun pagar tersebut justru dirusak pada tahun 2020. Sejak saat itu, pengawasan terhadap lahan tersebut menjadi longgar, membuka celah bagi pendudukan ilegal yang semakin meluas.

Persoalan ini bukan sekadar masalah pendudukan lahan. Dedi Mulyadi menyoroti dampak yang lebih besar, yaitu potensi hilangnya aset negara akibat kelalaian pengawasan. Ia mengungkapkan kekhawatirannya bahwa tanah-tanah negara yang tidak terurus rentan diklaim oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, bahkan disertifikatkan atas nama perorangan. Ketika negara membutuhkan lahan tersebut untuk kepentingan pembangunan, proses pembebasan lahan menjadi rumit dan mahal, bahkan seringkali terhambat oleh masalah hukum.

Kasus di Kampung Baru menjadi contoh nyata betapa pentingnya pengawasan yang ketat dan terstruktur terhadap setiap lahan milik negara. Lahan seluas 3,5 hektar milik Setneg, bersama dengan lahan milik Pemkot Depok seluas 1,5 hektar, diduga kuat telah diduduki oleh ribuan warga yang sebagian besar tidak memiliki KTP Depok. Selain itu, sebagian lahan di wilayah tersebut juga diduga dikuasai secara ilegal oleh warga yang menempati lahan milik perusahaan properti dan BUMN.

Kondisi ini semakin diperburuk dengan insiden pembakaran mobil polisi dan pengeroyokan anggota Polres Depok oleh anggota organisasi masyarakat (ormas) di Kampung Baru pada bulan April lalu. Kejadian tersebut semakin memperjelas kompleksitas masalah di wilayah tersebut, yang tidak hanya terkait dengan penguasaan lahan ilegal, tetapi juga potensi konflik sosial dan gangguan keamanan.

Untuk mencegah terulangnya kasus serupa, Dedi Mulyadi mendesak agar pemerintah pusat dan daerah meningkatkan koordinasi dan sinergi dalam pengawasan aset-aset negara. Diperlukan inventarisasi yang akurat dan pemetaan yang jelas terhadap seluruh lahan milik negara, serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku pendudukan lahan ilegal. Selain itu, penting juga untuk melibatkan partisipasi masyarakat dalam menjaga dan mengawasi aset-aset negara, sehingga potensi penyalahgunaan dapat dicegah sejak dini.

Berikut beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam penanganan masalah penguasaan lahan negara:

  • Inventarisasi dan Pemetaan Aset: Melakukan pendataan dan pemetaan yang akurat terhadap seluruh lahan milik negara.
  • Pengawasan yang Ketat: Meningkatkan pengawasan secara berkala terhadap lahan-lahan yang berpotensi dikuasai secara ilegal.
  • Penegakan Hukum: Menindak tegas pelaku pendudukan lahan ilegal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Koordinasi dan Sinergi: Meningkatkan koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, dan instansi terkait dalam pengawasan aset negara.
  • Partisipasi Masyarakat: Melibatkan masyarakat dalam menjaga dan mengawasi aset-aset negara.

Dengan langkah-langkah yang komprehensif dan terintegrasi, diharapkan masalah penguasaan lahan negara secara ilegal dapat diminimalisir, sehingga aset-aset negara dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.