Industri Animasi Indonesia Terus Berbenah: Antara Tantangan Pendanaan dan Optimisme Kekayaan Intelektual

Industri animasi Indonesia menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, namun sejumlah tantangan masih membayangi laju perkembangannya. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengakui bahwa isu klasik seperti keterbatasan akses pendanaan dari lembaga keuangan formal, sempitnya kanal distribusi di dalam negeri, serta kurangnya pelatihan teknis yang merata di luar pusat-pusat animasi menjadi batu sandungan yang perlu diatasi secara sistematis.

Kemenperin menegaskan komitmennya untuk terus mendukung penguatan ekosistem industri animasi tanah air melalui pengembangan dan pemanfaatan Kekayaan Intelektual (KI). KI dianggap sebagai kunci untuk menciptakan produk animasi berkualitas tinggi yang memiliki nilai tambah signifikan bagi masyarakat dan para pelaku industri.

"Pemerintah sangat mendorong kolaborasi antara pemilik KI lokal dengan berbagai sektor industri lainnya. KI animasi lokal memiliki potensi besar untuk menjadi mitra strategis dalam meningkatkan daya saing industri nasional, sekaligus membuka peluang pasar baru bagi produk-produk dalam negeri," ujar Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Setia Diarta pada acara Bedah Film Animasi Jumbo di Jakarta.

Setia Diarta mengajak industri dalam negeri untuk melihat potensi besar yang ditawarkan oleh kerja sama dengan pemilik KI lokal. Selain memperkuat identitas produk, kolaborasi ini juga berkontribusi pada kemajuan industri berbasis kekayaan intelektual.

Kemenperin berupaya menciptakan kolaborasi yang lebih luas dengan memanfaatkan potensi besar yang dimiliki oleh KI lokal. Bentuk kolaborasi ini dapat berupa co-branding produk, kampanye pemasaran berbasis karakter animasi, pengembangan konten digital interaktif, hingga pemanfaatan KI untuk merchandise dan edutainment.

"Kolaborasi ini diharapkan dapat menjadi jembatan antara sektor animasi dengan sektor-sektor lain seperti makanan dan minuman, transportasi, teknologi, ritel, dan produk konsumen," kata Setia.

Berbagai inisiatif telah digulirkan Kemenperin sebagai wujud komitmen dalam mendukung subsektor animasi. Balai Diklat Industri (BDI) Denpasar secara rutin menyelenggarakan pelatihan teknis animasi 2D dan 3D. Kemenperin juga memfasilitasi partisipasi pelaku animasi dalam ajang promosi seperti BEAST (Bengkel Animasi Creative & Digital Arts Festival) dan memperkuat jaringan lintas sektor melalui penyelenggaraan Networking Forum Industri berbasis IP.

Menurut data AINAKI (2020), nilai produksi animasi Indonesia sebelum pandemi mencapai Rp 600-800 miliar per tahun. Terdapat lebih dari 150 studio animasi yang tersebar di 23 kota, dengan konsentrasi terbesar di Pulau Jawa. Potensi ini terus dikembangkan untuk menopang perekonomian nasional.

Kesuksesan film “Jumbo” menjadi bukti nyata keberhasilan pengelolaan KI lokal. Film ini mencetak sejarah sebagai film animasi Indonesia terlaris di Asia Tenggara dengan lebih dari 8 juta penonton. Hal ini menunjukkan potensi karya lokal untuk bersaing di pasar global.

Direktur Industri Elektronika dan Telematika, Ronggolawe Sahuri, berharap kegiatan seperti Bedah Film Animasi Jumbo dapat mengembangkan potensi pelaku industri animasi lokal dan memperkuat ekosistem KI lokal melalui program sinergi.

"Kemenperin mengapresiasi IP Lokal seperti Jumbo sebagai wujud nyata dari upaya kita membangun daya saing industri animasi nasional dan memajukan industri berbasis kekayaan intelektual dalam negeri," ujar Ronggolawe.

Kemenperin akan terus berkoordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan dalam penyusunan peta jalan industri animasi nasional, dengan fokus pada penguatan SDM industri, perluasan akses pasar, dan kolaborasi lintas sektor yang berkelanjutan.