Sidang Kasus Hasto Kristiyanto: Penyidik KPK Rossa Purbo Bekti Beri Keterangan di Pengadilan Tipikor
Persidangan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan yang melibatkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P, Hasto Kristiyanto, kembali bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan tiga saksi kunci untuk memberikan keterangan terkait perkara tersebut.
Saksi-saksi yang dihadirkan antara lain:
- Rossa Purbo Bekti, penyidik KPK yang saat ini masih aktif bertugas.
- Rizka Anungnata, mantan penyidik KPK yang kini menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Polri.
- Arif Budi Raharjo, penyelidik KPK.
Ketiganya dipanggil untuk memberikan kesaksian dalam kasus dugaan suap terkait pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI dan upaya menghalangi penyidikan kasus yang menjerat Harun Masiku. Ketua Majelis Hakim, Rios Rahmanto, memimpin jalannya persidangan dan meminta para saksi untuk memperkenalkan diri serta menjelaskan keterkaitan mereka dengan kasus ini.
Rossa Purbo Bekti, saat memberikan keterangan, menyatakan bahwa ia mengetahui kasus Hasto Kristiyanto karena tugasnya sebagai penyidik KPK. Ia mengaku tidak mengenal Hasto secara pribadi. Hakim kemudian melanjutkan pemeriksaan terhadap Rizka Anungnata dan Arif Budi Raharjo setelah identitas mereka diverifikasi.
Kasus ini bermula dari dugaan pemberian uang sebesar 57.350 dollar Singapura atau setara dengan Rp 600 juta kepada mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, pada periode 2019-2020. Pemberian uang tersebut diduga dilakukan bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, kader PDI-P Saeful Bahri, dan Harun Masiku.
Tujuan pemberian uang tersebut adalah untuk mempengaruhi Wahyu Setiawan agar KPU menyetujui PAW Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I dari Anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Selain dugaan suap, Hasto Kristiyanto juga didakwa melakukan perintangan penyidikan. Ia diduga memerintahkan Harun Masiku untuk menenggelamkan telepon genggamnya ke dalam air setelah operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Wahyu Setiawan. Perintah tersebut disampaikan Hasto melalui perantara, yaitu penjaga Rumah Aspirasi bernama Nur Hasan.
Tidak hanya itu, Hasto juga diduga memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk melakukan tindakan serupa, yaitu menenggelamkan telepon genggam sebagai langkah antisipasi terhadap upaya paksa yang mungkin dilakukan oleh penyidik KPK.
Atas perbuatannya tersebut, Hasto Kristiyanto didakwa melanggar Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Sidang ini menjadi sorotan publik karena melibatkan tokoh politik penting dan mengungkap dugaan praktik korupsi serta upaya perintangan hukum.