DPR Ingatkan Pemerintah: Penulisan Ulang Sejarah Jangan Jadi Alat Legitimasi Kekuasaan

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Komisi X, menyampaikan peringatan terkait proses penulisan ulang sejarah Indonesia yang tengah digagas oleh pemerintah. Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, menekankan pentingnya objektivitas dan pendekatan kritis dalam proyek ini. Menurutnya, penulisan ulang sejarah seharusnya tidak hanya menjadi alat untuk melegitimasi kekuasaan yang sedang berjalan, tetapi juga berfungsi sebagai cermin reflektif bagi bangsa.

"Sejarah seharusnya menjadi panduan, mengarahkan bangsa menuju kedewasaan politik dan budaya, bukan sekadar alat pembenaran," ujar Lalu Hadrian Irfani. Ia menambahkan bahwa pelibatan sejarawan yang kompeten secara akademik sangat krusial dalam proses ini. Keterlibatan para ahli diharapkan dapat memperbaiki distorsi sejarah dan memberikan ruang bagi perspektif yang selama ini terabaikan.

Lalu Hadrian Irfani menekankan bahwa penulisan ulang sejarah harus menghadirkan narasi yang adil, komprehensif, dan objektif. Hal ini penting untuk membangun kesadaran sejarah yang utuh di kalangan generasi muda. Ia menyoroti potensi bias dalam penulisan sejarah nasional selama ini, di mana sudut pandang penguasa atau ideologi tertentu mendominasi, sehingga mengabaikan kontribusi kelompok minoritas, daerah terpencil, atau tokoh yang berseberangan dengan pemerintah.

Transparansi menjadi poin krusial yang ditekankan oleh Komisi X DPR RI. Dalam rapat kerja dengan Kementerian Kebudayaan sebelumnya, hal ini telah menjadi sorotan utama. Lalu Hadrian Irfani menegaskan bahwa penyusunan sejarah harus dilakukan secara transparan, melibatkan para ahli yang kredibel, dan mempertimbangkan berbagai perspektif untuk menghasilkan karya yang objektif dan mencerminkan kebenaran sejarah secara utuh.

Lebih lanjut, Lalu Hadrian Irfani menjelaskan bahwa sejarah adalah ilmu yang dinamis. Perkembangan metodologi penelitian, teknologi arsip digital, dan terbukanya akses ke dokumen-dokumen lama membuka peluang untuk mengungkap fakta-fakta baru yang dapat memperkaya pemahaman kita tentang masa lalu.

Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengumumkan bahwa pemerintah sedang memproses penulisan ulang sejarah Indonesia. Narasi versi terbaru ini diharapkan dapat dirilis pada peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 2025. Fadli Zon optimis dengan proyek ini, yang melibatkan lebih dari 100 ahli sejarah dari berbagai universitas di Indonesia. Revisi, penambahan, dan pelurusan sejarah akan dilakukan berdasarkan hasil kajian para ahli.

Fadli Zon menjelaskan bahwa proyek ini akan memperbarui dan menambah beberapa jilid buku sejarah, dengan mendasarkan pada buku-buku yang sudah ada. Tim sejarawan yang terlibat memiliki kompetensi dalam menulis, mengedit, dan melakukan kajian mendalam. Menurutnya, banyak temuan baru, termasuk dari periode prasejarah, serta penambahan catatan sejarah dari pemerintahan-pemerintahan sebelumnya perlu dimasukkan dalam versi terbaru ini.

"Semua perlu di-update," tegas Fadli Zon. Ia mencontohkan bahwa periode terakhir dalam versi sejarah saat ini adalah periode sebelum pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Oleh karena itu, penambahan informasi mengenai pemerintahan-pemerintahan setelahnya menjadi krusial dalam penulisan ulang ini.