UU TNI Digugat ke MK: Mahasiswa Tuntut Ganti Rugi dari Presiden dan DPR
Dua mahasiswa asal Batam, Hidayattudin dari Universitas Putera Batam dan Respati Hadinata dari Universitas Negeri Batam, melayangkan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam gugatannya, mereka menuntut Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membayar ganti rugi dan uang paksa kepada negara atas pengesahan undang-undang tersebut.
Tuntutan tersebut disampaikan oleh kuasa hukum pemohon dalam sidang panel yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Jumat (9/5/2025). Para pemohon berpendapat bahwa tidak ada urgensi atau keadaan darurat yang memaksa pemerintah dan DPR untuk mengesahkan UU TNI. Menurut mereka, TNI masih dapat menjalankan tugas dan kewenangannya berdasarkan UUD NRI 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Dalam petitumnya, para pemohon mengajukan dua permohonan utama:
- Pertama, mereka meminta MK untuk membatalkan UU TNI Nomor 3 Tahun 2025 dan memberlakukan kembali UU Nomor 34 Tahun 2004. Pemohon berpendapat bahwa UU Nomor 3 Tahun 2025 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
- Kedua, mereka meminta MK untuk menyatakan ketentuan norma dalam Undang-Undang yang telah diubah, dihapus dan/atau yang telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4439) berlaku kembali.
Sebagai alternatif, para pemohon meminta MK untuk memerintahkan pemerintah dan DPR merevisi UU Nomor 3 Tahun 2025. Mereka juga meminta MK menyatakan bahwa Presiden dan DPR telah lalai dalam menjalankan tugas.
Lebih lanjut, para pemohon juga menuntut ganti rugi dari Presiden dan DPR kepada negara. Mereka meminta MK menghukum Presiden untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 25 miliar dan DPR sebesar Rp 50 miliar. Selain itu, mereka juga meminta MK menghukum Presiden untuk membayar uang paksa sebesar Rp 12,5 miliar per hari dan DPR sebesar Rp 25 miliar per hari jika lalai dalam melaksanakan putusan MK.
Gugatan ini diajukan dengan nomor perkara 58/PUU-XXIII/2025. Sidang panel ini menjadi awal dari proses pengujian UU TNI di MK, yang akan menentukan apakah undang-undang tersebut sesuai dengan konstitusi atau tidak.