Mengatasi Kecemasan Masa Depan: Perspektif Islam dalam Mengelola Overthinking
Mengatasi Kecemasan Masa Depan: Perspektif Islam dalam Mengelola Overthinking
Di era modern yang serba cepat dan penuh ketidakpastian, kecemasan akan masa depan, atau yang sering disebut overthinking, menjadi fenomena yang semakin marak, terutama di kalangan anak muda. Kondisi ini ditandai dengan pikiran yang terus menerus berputar tentang hal-hal yang belum tentu terjadi, menghasilkan kecemasan dan ketakutan yang berlebih. Namun, ajaran Islam menawarkan perspektif yang menenangkan dan solutif dalam menghadapi tantangan ini. H. Muhammad Faiz, Lc, MA, anggota Dewan Pengawas Syariah BTN yang akrab disapa Gus Faiz, menawarkan pendekatan spiritual yang berfokus pada keimanan dan ketawakkalan kepada Allah SWT.
Gus Faiz menjelaskan bahwa inti dari ajaran Islam adalah untuk fokus pada kewajiban di masa kini, bukan terjebak dalam kekhawatiran akan masa depan yang belum pasti. Mengutip syair Imam Syafi'i, beliau menekankan bahwa Allah SWT yang telah memberikan rezeki dan perlindungan di masa lalu, akan senantiasa memberikannya pula di masa depan. Analogi kebutuhan janin dalam kandungan digunakan untuk menggambarkan bagaimana Allah SWT mencukupi kebutuhan hamba-Nya, bahkan ketika masih dalam keadaan yang sangat terbatas dan bergantung sepenuhnya kepada-Nya. Oleh karena itu, kecemasan berlebihan justru dapat menjadi penghalang dalam meraih keberkahan hidup.
Lebih lanjut, Gus Faiz menjelaskan pentingnya bekerja keras dan beribadah sebagai wujud ketaatan kepada Allah SWT. Ia menekankan agar kita fokus pada tindakan nyata di hari ini: bekerja, beribadah, dan bertawakal. Masa depan, kata Gus Faiz, perlu diserahkan kepada ketetapan Allah SWT. Kecemasan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan tindakan positif justru dapat menyebabkan kegagalan sebelum usaha dimulai. Hal ini menekankan pentingnya keseimbangan antara usaha dan tawakal dalam mencapai tujuan hidup.
Sebagai solusi praktis, Gus Faiz menganjurkan pembacaan dzikir "Hasbunallah wa ni'mal wakil" (Cukuplah Allah sebagai pelindung kami) dan "La haula wala quwwata illa billah" (Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah). Kedua dzikir ini, menurut Gus Faiz, dapat membantu menumbuhkan rasa ketenangan dan kepercayaan diri dalam menghadapi tantangan hidup. Kedekatan kepada Allah SWT melalui ibadah dan ketaatan, lanjutnya, akan menjadi benteng yang kokoh menghadapi segala macam cobaan dan ujian yang akan dihadapi di masa depan. Dengan senantiasa berada dalam ridha dan rahmat-Nya, hamba-Nya akan merasa terlindungi dan mendapatkan kekuatan untuk menghadapi segala tantangan.
Gus Faiz juga mengingatkan bahwa kecemasan dan ketakutan seringkali muncul karena jarak kita dengan Allah SWT. Ia mengajak untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT, mencari rezeki dengan cara yang halal dan sesuai dengan ridha-Nya, serta meyakini bahwa Allah SWT adalah satu-satunya Pemberi rezeki yang akan memberikan sesuai dengan kebutuhan dan kebaikan hamba-Nya. Pesan ini menegaskan pentingnya spiritualitas sebagai landasan untuk menghadapi berbagai tantangan hidup dan menemukan ketenangan batin di tengah arus kehidupan yang serba cepat dan penuh ketidakpastian.
Kesimpulannya, mengatasi overthinking tentang masa depan dapat dicapai melalui pendekatan spiritual yang didasarkan pada keimanan, ketawakalan, dan ketaatan kepada Allah SWT. Dengan fokus pada tindakan nyata di hari ini, menjalankan kewajiban, serta memperkuat hubungan dengan Allah SWT melalui ibadah dan dzikir, kita dapat menemukan ketenangan dan keyakinan dalam menghadapi ketidakpastian masa depan.