Mahfud MD Ungkap Peran Kunci Yusril dalam Reformasi Peradilan Indonesia

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menyoroti kontribusi signifikan Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Indonesia, Yusril Ihza Mahendra, dalam upaya reformasi sistem peradilan di Indonesia pada masa awal reformasi.

Mahfud menjelaskan bahwa pada saat menjabat sebagai Menteri Hukum dan Perundang-undangan (Menkumdang), Yusril memainkan peran penting dalam mendorong implementasi Undang-Undang Nomor 35, sebuah landasan krusial yang meletakkan dasar bagi sistem kekuasaan kehakiman yang independen. Undang-undang ini menandai perubahan signifikan dalam struktur kekuasaan, memindahkan pengadilan dari kendali langsung Menteri Hukum dan HAM.

"Dulu Pengadilan masih di bawah Menteri Hukum dan HAM, belum ada penyatuan. Waktu Pak Yusril jadi Menkumdang sudah terjadi, ada Undang-Undang Nomor 35 yang menyatakan hakim di bawah satu atap, tapi kan pemindahannya berproses, pelan-pelan. Nah, Pak Yusril masih ada di situ,” ungkap Mahfud dalam sebuah kesempatan.

Menurut Mahfud, pada masa transisi ini, Yusril mengambil langkah-langkah strategis dan berani untuk memperbaiki sistem peradilan dengan melakukan mutasi hakim-hakim berkualitas dari berbagai daerah ke Jakarta. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat integritas dan kualitas peradilan di tingkat pusat.

"Dia mengocok hakim itu. Hakim yang bagus dimasukkan ke Jakarta. Yang bagus tuh dari daerah-daerah kucing beranak itu diambil, ini bagus nih, dipindahin ke Jakarta. Bagus pada waktu-waktu itu, awal reformasi,” jelasnya.

Namun, Mahfud menyayangkan terjadinya kemunduran setelah periode tersebut. Ia menyoroti munculnya praktik korupsi yang merajalela pada pertengahan tahun 2006 dan berlanjut setelahnya. Mahfud membandingkan situasi ini dengan masa awal reformasi, di mana kasus korupsi relatif jarang terjadi.

"Tapi kemudian korupsi merebak lagi, ini kira-kira pertengahan tahun 2006–2007 dan seterusnya lah. Banyak banget. Coba, di awal-awal reformasi mana ada kasus? Nggak. Dikocok sama Pak Yusril itu,” kata Mahfud.

Lebih lanjut, Mahfud menjelaskan bahwa setelah masa kepemimpinan Yusril berakhir, proses transisi kekuasaan kehakiman akhirnya selesai secara menyeluruh. Hal ini mengarah pada pengadilan yang independen, sesuai dengan amanat konstitusi. Ia menekankan pentingnya menjaga independensi hakim dan memastikan bahwa tidak ada pihak yang melakukan intervensi.

"Lalu kan hakim sepenuhnya pindah, sudah selesai proses peralihan. Lalu semboyannya berdasarkan konstitusi, hakim harus independen, ndak boleh dicampuri oleh siapa pun,” pungkas Mahfud.

Inisiatif Yusril dalam memindahkan hakim-hakim berpotensi dari daerah ke pusat adalah langkah berani untuk meningkatkan kualitas hakim di Jakarta. Mahfud menjelaskan bahwa langkah ini efektif di awal reformasi. Langkah ini untuk meningkatkan kualitas peradilan dan memastikan bahwa hakim yang kompeten dan berintegritas ditempatkan di posisi strategis. Meskipun demikian, Mahfud juga menyoroti tantangan yang muncul kemudian, seperti merebaknya korupsi, yang menggarisbawahi perlunya upaya berkelanjutan untuk menjaga integritas dan independensi sistem peradilan di Indonesia.

Reformasi sistem peradilan menjadi perhatian utama pada awal era reformasi. Pemerintah melakukan perubahan-perubahan untuk menciptakan lembaga peradilan yang bersih, transparan, dan akuntabel. Peran tokoh-tokoh kunci seperti Yusril Ihza Mahendra sangat penting dalam mengarahkan dan melaksanakan reformasi tersebut. Tantangan seperti korupsi dan intervensi pihak luar harus diatasi agar sistem peradilan dapat berfungsi secara efektif dan memberikan keadilan bagi semua warga negara.