Diskrepansi Kebijakan Usia dalam Rekrutmen: Studi Kasus Indonesia dan Singapura
Persyaratan usia menjadi isu krusial dalam dunia kerja di Indonesia, sebuah kontras mencolok jika dibandingkan dengan kebijakan yang diterapkan di Singapura. Di Indonesia, banyak perusahaan memberlakukan batasan usia maksimal bagi pelamar kerja, seringkali di bawah 30 tahun. Sementara itu, Singapura cenderung lebih terbuka, dengan sedikit atau bahkan tanpa batasan usia dalam proses rekrutmen.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar: mengapa perbedaan signifikan ini terjadi? Bob Azam, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), menjelaskan bahwa batasan usia seringkali menjadi strategi penyaringan awal yang tak terhindarkan. Jumlah pelamar yang membanjiri lowongan pekerjaan memaksa perusahaan untuk mencari cara efisien dalam menyeleksi kandidat. Dalam situasi di mana jumlah pelamar jauh melebihi kuota yang tersedia, perusahaan terpaksa memberlakukan batasan usia sebagai solusi praktis.
"Bayangkan, sebuah perusahaan membuka lowongan untuk sepuluh posisi, tetapi menerima seribu lamaran. Apakah mungkin untuk menguji dan mewawancarai setiap pelamar satu per satu?" ujar Bob. "Oleh karena itu, perusahaan seringkali memutuskan untuk memprioritaskan pelamar yang berusia di bawah batasan tertentu."
Di sisi lain, Singapura menghadapi dinamika pasar tenaga kerja yang berbeda. Jumlah lapangan kerja yang tersedia seringkali melebihi jumlah pencari kerja, menciptakan lingkungan di mana perusahaan lebih fleksibel dalam persyaratan rekrutmen. Bob mencontohkan, bahkan individu berusia 70 tahun pun dapat menemukan pekerjaan di Singapura, seperti pekerjaan kebersihan, karena tingginya permintaan tenaga kerja.
"Di Singapura, masalahnya bukan pada usia produktif atau tidak, tetapi pada ketersediaan lapangan kerja," jelas Bob. "Indonesia perlu menciptakan lebih banyak lapangan kerja untuk mengurangi tekanan pada pasar tenaga kerja dan mengurangi ketergantungan pada batasan usia."
Selain faktor ekonomi, faktor budaya dan preferensi perusahaan juga berperan dalam penerapan batasan usia. Konsultan karier Ina Liem dari @Jurusanku berpendapat bahwa beberapa perusahaan ingin menjaga budaya kerja yang homogen antargenerasi. Beberapa perusahaan mungkin lebih memilih untuk merekrut generasi milenial daripada generasi Z, atau sebaliknya, tergantung pada kebutuhan dan nilai-nilai perusahaan.
"Ada perusahaan yang merasa lebih nyaman dengan generasi milenial, sementara perusahaan lain, terutama di sektor digital, lebih memilih generasi Z," kata Ina. "Selain karena faktor upah yang lebih rendah, generasi Z seringkali dianggap lebih melek teknologi dan relevan dengan perkembangan digital."
Perbedaan kebijakan usia dalam rekrutmen antara Indonesia dan Singapura mencerminkan kompleksitas pasar tenaga kerja dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sementara Indonesia menghadapi tantangan kelebihan pasokan tenaga kerja dan keterbatasan lapangan kerja, Singapura menikmati pasar tenaga kerja yang lebih seimbang dan fleksibel. Selain itu, faktor budaya dan preferensi perusahaan juga turut memengaruhi keputusan rekrutmen dan penerapan batasan usia.