Penguatan Modal Ventura dan Kebangkitan Ekosistem Startup di Indonesia

Menavigasi Tantangan Ekonomi: Peran Vital Modal Ventura dalam Ekosistem Startup Indonesia

Laju ekonomi Indonesia tengah menghadapi perlambatan, ditandai dengan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang bermula dari sektor manufaktur, merambah industri tekstil, ritel, hingga media massa. Di tengah ketidakpastian ini, industri startup yang diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi digital dan inovasi, justru mengalami penurunan kepercayaan dari para investor, baik lokal maupun asing.

Beberapa kasus fraud dan tata kelola yang kurang baik di sejumlah startup Indonesia menjadi penyebab utama. Kasus-kasus seperti yang terjadi di e-fishery, Investree, dan Tani Fund menjadi catatan kelam yang memengaruhi persepsi terhadap investasi yang dilakukan oleh perusahaan modal ventura (VC) dan private equity (PE).

Namun, menyerah bukanlah pilihan. Kewirausahaan, khususnya melalui startup, diharapkan dapat kembali berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan produktivitas. Hal ini akan memberikan dampak positif di tengah kondisi ekonomi yang kurang menggembirakan. Startup diharapkan menjadi tulang punggung diversifikasi ekonomi, dengan pengembangan ekonomi digital berbasis kreativitas dan inovasi, yang tidak terlalu terpengaruh oleh kebijakan tarif dari negara lain, gangguan logistik akibat konflik global, atau fluktuasi nilai tukar mata uang asing.

Ekonomi digital menawarkan solusi efektif, mendorong investasi, dan menciptakan keahlian baru di bidang kecerdasan buatan (AI), pengembangan perangkat lunak, pemasaran digital, dan analisis data. Semua ini berpotensi menjadi penggerak ekonomi alternatif.

Peran Private Equity dan Modal Ventura

Pertumbuhan ekosistem startup sangat bergantung pada perkembangan industri private equity dan kehadiran perusahaan modal ventura. Industri perbankan dan lembaga keuangan lainnya memiliki keterbatasan dalam berinvestasi di startup karena terikat regulasi, mitigasi risiko, dan tujuan investasi yang berbeda.

Berdasarkan data dari Google, Temasek, dan Bain & Company (November 2023), nilai Gross Merchandise Volume (GMV) ekonomi digital Indonesia pada tahun 2022 mencapai 76 miliar dollar AS, meningkat 20 persen dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2023, GMV naik 8 persen menjadi 82 miliar dollar AS. GMV, yang merupakan nilai total barang dagangan yang terjual melalui platform online, masih tergolong kecil dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, yang mencapai 19 persen dari PDB.

Kehadiran perusahaan modal ventura dan private equity menjadi salah satu pemicu utama kelahiran dan keberlanjutan bisnis startup di Indonesia. Studi di negara maju menunjukkan bahwa perkembangan ekonomi digital sangat dipengaruhi oleh kehadiran industri private equity sebagai alternatif pendanaan selain perbankan dan pasar modal.

Private equity dan modal ventura seringkali dianggap sama, padahal keduanya berbeda. Modal ventura adalah bagian dari industri private equity yang fokus pada investasi berdampak, penanaman modal kepada perusahaan private, dan penyertaan modal. Perusahaan modal ventura seringkali terlibat dalam perencanaan bisnis, perbaikan tata kelola, akses pasar, riset, dan jaringan investor global untuk memajukan perusahaan yang mereka danai. Hal ini berbeda dengan industri perbankan yang hanya memberikan kredit investasi dan modal kerja dengan kebijakan kolateral.

Private equity merujuk pada modal milik individu, bisnis keluarga, atau kelompok yang diinvestasikan pada startup atau perusahaan private dengan tujuan mengendalikan perusahaan, seperti listing di bursa efek atau merger dan akuisisi.

Dukungan Pemerintah dan Regulasi

Pemerintah perlu mendukung pengembangan industri private equity dan modal ventura di Indonesia. Beberapa perusahaan modal ventura dengan pendanaan global, seperti East Venture, Indogen Capital, Y Combinator, dan MDI venture (Telkom), telah menunjukkan hasil positif dalam isu lingkungan, sosial, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan.

Undang-Undang P2SK telah mengakomodasi perusahaan modal ventura sebagai bagian dari IKNB (Industri Keuangan Non Bank), namun dikelompokkan ke dalam pembiayaan. Kegiatan operasional perusahaan modal ventura sebenarnya tidak hanya mencakup pembiayaan, tetapi juga penyertaan modal, yang memerlukan perlakuan akuntansi yang berbeda. Oleh karena itu, diperlukan regulasi khusus untuk membantu pertumbuhan perusahaan modal ventura sebagai bagian dari industri keuangan non-bank.

Karakteristik perusahaan modal ventura yang perlu diperhatikan oleh regulator adalah investasi mereka pada perusahaan berisiko tinggi, fokus pada pemecahan masalah di masyarakat, daya saing inovasi, dan tidak berbasis aset fisik seperti usaha konvensional.

Strategi investasi perusahaan VC berfokus pada fase-fase siklus bisnis startup, mulai dari early stage hingga growth dan exit. Hal ini membedakannya dengan skema investasi sektor perbankan.

Pemberian stimulus perpajakan perlu dipertimbangkan untuk menggairahkan industri ini. Pemerintah telah mengatur melalui Peraturan Menteri Keuangan No.48/PMK.03/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Penyertaan Modal Perusahaan Modal Ventura pada Perusahaan Mikro, Kecil, dan Menengah.

Namun, Amvesindo menilai bahwa pajak capital gain bagi perusahaan modal ventura (PMV) yang mencapai 25 persen dan bagi investor perorangan yang dapat mencapai 30 persen masih terlalu tinggi. Insentif pajak yang lebih rendah akan menarik minat investor pribadi dengan modal kecil.

Perguruan tinggi juga perlu didorong untuk meningkatkan riset terhadap industri ini dan memasukkannya ke dalam kurikulum, karena mengelola perusahaan modal ventura membutuhkan keahlian dan pengetahuan khusus yang belum didukung oleh ketersediaan sumber daya manusia yang memadai.

Kata Kunci:

  • Ekonomi Digital
  • Startup
  • Modal Ventura
  • Private Equity
  • Investasi
  • Peraturan
  • Perpajakan
  • Inovasi
  • Pertumbuhan Ekonomi
  • Ekosistem Startup