Isolasi di Perbatasan: Jalan Rusak Lumpuhkan Krayan, Warga Andalkan Pesawat Perintis
Isolasi di Perbatasan: Jalan Rusak Lumpuhkan Krayan, Warga Andalkan Pesawat Perintis
Aktivitas sosial dan ekonomi di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia, tepatnya di dataran tinggi Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, nyaris lumpuh total akibat kerusakan infrastruktur jalan yang parah. Kondisi jalan yang berubah menjadi lautan lumpur selama musim hujan membuat akses darat terputus, mengisolasi masyarakat dari pusat layanan dan kebutuhan pokok. Warga Krayan terpaksa mengandalkan pesawat perintis sebagai satu-satunya solusi transportasi, sebuah gambaran nyata tantangan hidup di pelosok negeri ini.
Camat Krayan Selatan, Oktafianus Ramli, menjelaskan keprihatinannya akan kondisi ini. “Permohonan bantuan layanan penerbangan kepada Mission Aviation Fellowship (MAF) terpaksa kami ajukan. Akses darat benar-benar terputus. Bahkan menuju bandara pun, kami harus berjuang melewati jalanan berlumpur yang sangat ekstrim,” ungkap Ramli pada Minggu (9/3/2025). Penerbangan menggunakan pesawat perintis MAF dari Bandara Buduk Sia di Long Layu menuju Bandara Long Bawan di Krayan Induk, ibu kota lima kecamatan di Krayan, menjadi penyelamat sementara. Penerbangan yang hanya membutuhkan waktu sekitar 9 menit ini, dibanderol dengan harga Rp 350.000 per orang.
Akses Darat yang Memprihatinkan
Akses darat menuju Krayan Selatan dan kecamatan lainnya di Krayan sangat memprihatinkan. Jalan utama berubah menjadi hamparan lumpur tebal, bahkan kendaraan gardan ganda pun membutuhkan bantuan untuk bisa melintas. Perjalanan yang biasanya ditempuh dalam 4 jam, kini membutuhkan waktu hingga dua hari, memaksa warga untuk menginap di hutan. Kondisi ini semakin mempersulit akses kesehatan. "Bayangkan jika ada warga yang sakit kritis? Tanpa akses transportasi yang memadai, nyawa mereka benar-benar terancam," tambah Ramli. Ketergantungan pada pasokan sembako dari Krayan Induk, yang letaknya lebih dekat dengan Malaysia, juga menjadi permasalahan tersendiri. Harga barang kebutuhan pokok di Krayan Induk jauh lebih murah dibandingkan di Krayan Selatan, dengan selisih harga hingga Rp 20.000 per item. Selisih harga yang lebih signifikan terlihat pada barang-barang seperti semen dan LPG. Harga LPG 14 kg di Krayan Induk mencapai Rp 400.000, sementara di Krayan Selatan harganya bisa mencapai Rp 1 juta.
Gotong Royong Perbaiki Landasan Pacu
Situasi semakin diperparah dengan kerusakan landasan pacu Bandara Buduk Sia. Selama hampir dua bulan, warga Krayan benar-benar terisolasi, mengandalkan hasil pertanian lokal untuk bertahan hidup. Beruntung, kerusakan landasan pacu tersebut kini mulai diperbaiki. Namun, sebagai alternatif, warga Krayan Selatan bergotong royong memperbaiki landasan pacu Bandara Tang La’an di Pa’Upan. Meskipun landasan Bandara Tang La’an lebih pendek (700 meter) dibandingkan Buduk Sia (900 meter), pihak MAF memastikan pesawat masih dapat mendarat dengan aman. Perbaikan runway ini melibatkan partisipasi aktif masyarakat dan dukungan dari MAF, baik berupa pembiayaan maupun material. "Runway diuruk dan dilapisi tanah khusus berpasir agar pesawat bisa mendarat mulus," jelas Oktafianus. Kedua bandara di Krayan Selatan, Buduk Sia dan Tang La’an, dibangun sekitar tahun 1970 sebagai bagian dari program regrouping desa dan misi kemanusiaan.
Harapan dan Tantangan ke Depan
Kejadian ini menyoroti pentingnya infrastruktur yang memadai di daerah perbatasan untuk mendukung aktivitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Perbaikan infrastruktur jalan yang berkelanjutan dan peningkatan aksesibilitas transportasi darat menjadi sangat krusial untuk memutus isolasi dan meningkatkan kualitas hidup warga Krayan. Sementara itu, gotong royong warga dalam memperbaiki landasan pacu menjadi bukti nyata semangat juang dan kekompakan masyarakat dalam menghadapi keterbatasan. Namun, perbaikan jangka panjang dan solusi sistematis tetap dibutuhkan untuk memastikan aksesibilitas dan kesejahteraan masyarakat Krayan di masa mendatang.