Proyeksi Ekonomi Indonesia: Pertumbuhan di Bawah 5% Hingga 2026

Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi akan mengalami perlambatan dalam beberapa tahun mendatang. Sebuah laporan terbaru dari Permata Institute for Economic Research (PIER) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun ini, dengan memperkirakan angka di bawah 5%. Revisi ini lebih rendah dari perkiraan awal sebesar 5,11%, dan juga menunjukkan perlambatan dibandingkan dengan pertumbuhan 5,03% yang tercatat pada tahun 2024. Proyeksi ini menimbulkan kekhawatiran tentang laju pemulihan ekonomi dan potensi dampaknya terhadap berbagai sektor.

Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, menyatakan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi di bawah 5% diperkirakan akan berlanjut hingga tahun 2026. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia baru akan mencapai angka 5% pada tahun 2027. Lebih lanjut, Josua memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II tahun 2025 akan tetap stagnan pada angka 4,87%, sama seperti pada kuartal I tahun yang sama. Revisi ke bawah ini didasarkan pada berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja ekonomi Indonesia.

"Kami merevisi ke bawah ya pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini, dari sebelumnya 5,11% menjadi range 4,5% hingga 5% dengan titik tengah di kisaran 4,78%," ujar Josua Pardede dalam acara PIER Q1 2025 Economic Review di Jakarta.

Beberapa faktor yang menjadi penyebab utama perlambatan ini antara lain:

  • Melemahnya Daya Beli Masyarakat: Maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor telah menyebabkan penurunan daya beli masyarakat. Hal ini berdampak negatif pada konsumsi domestik, yang merupakan salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi.
  • Perang Dagang: Ketidakpastian global akibat perang dagang yang sedang berlangsung antara negara-negara besar juga menekan laju investasi dan konsumsi domestik. Perusahaan cenderung menunda investasi dan rencana ekspansi karena ketidakpastian ini.
  • Dampak Sektoral: Perang dagang juga mempengaruhi pertumbuhan sektoral, meskipun dampaknya bervariasi. Sektor-sektor yang berorientasi ekspor dan memiliki ketergantungan yang tinggi pada pasar Amerika Serikat, seperti tekstil dan garmen, kulit dan alas kaki, elektronik, furniture, dan produk karet, akan terkena dampak yang signifikan.

Menanggapi situasi ini, Josua Pardede menekankan pentingnya respons pemerintah melalui kebijakan fiskal yang lebih ekspansif dan stimulus yang tepat sasaran. Tujuannya adalah untuk memulihkan konsumsi dan investasi domestik, serta mengurangi dampak negatif dari faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.