Skandal Peleburan Emas Antam: Jaksa Ungkap Modus Operandi Swasta Tingkatkan Nilai Emas Murah
Pengungkapan Jaksa Terkait Manipulasi Harga Emas
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap praktik curang yang dilakukan oleh sejumlah pihak swasta. Lindawati Effendi dan rekan-rekannya diduga terlibat dalam skema pembelian emas bahan dengan harga murah, yang kemudian dilebur dan dicap dengan merek Logam Mulia (LM) Antam, sehingga nilainya melonjak drastis.
Analisis yuridis dalam surat tuntutan kasus dugaan korupsi kegiatan lebur dan cap emas ini mengungkap bahwa para terdakwa, yang terdiri dari Lindawati Effendi, Suryadi Lukmantara, Suryadi Jonathan, James Tamponawas, Ho Kioen Tjay, Djudju Tanuwidjaja, dan Gloria Asih Rahayu, memanfaatkan celah dalam proses lebur dan cap emas di Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam.
Modus Operandi dan Peran LBMA
Modus yang digunakan adalah membeli emas bahan dengan harga yang lebih rendah dari harga buyback emas batangan yang ditetapkan oleh UBPP LM setiap harinya. Emas bahan ini kemudian diproses, dilebur, dan dicap dengan logo LM Antam serta sertifikasi London Bullion Market Association (LBMA). LBMA sendiri merupakan lembaga independen yang menjamin bahwa emas yang disertifikasi berasal dari sumber yang legal, tidak terkait dengan pelanggaran HAM, terorisme, serta memiliki kadar kemurnian 99,99 persen.
Dengan adanya logo LM Antam dan sertifikasi LBMA, emas hasil leburan tersebut memiliki nilai yang setara dengan harga resmi Antam yang dirilis setiap hari. Namun, ironisnya, emas tersebut bukanlah milik PT Antam, melainkan milik para terdakwa yang berstatus sebagai pelanggan lebur cap emas. Jaksa menegaskan bahwa emas batangan merek LM dengan nomor seri dan sertifikasi LBMA yang diterima para terdakwa memiliki nilai jual yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan emas bahan yang mereka miliki sebelumnya. Kenaikan nilai ekonomis inilah yang diduga dinikmati oleh para terdakwa.
Implikasi Hukum dan Daftar Terdakwa
Kasus ini menyeret total 13 terdakwa, terdiri dari 6 mantan pejabat UBPP LM PT Antam dan 7 pihak swasta. Persidangan dibagi menjadi dua klaster, yaitu klaster eks pejabat Antam dan klaster pihak swasta. Adapun ketujuh mantan pejabat Antam yang terlibat adalah:
- Tutik Kustiningsih (Vice President UBPP LM periode 5 September 2008 sampai 31 Januari 2011)
- Herman (Vice President UBPP LM periode 1 Februari 2011 sampai 28 Februari 2013)
- Tri Hartono (Vice President, Business Unit Head atau General Manager UBPP Logam Mulia periode 1 Maret 2013 sampai dengan 14 Mei 2013)
- Abdul Hadi Aviciena (Senior Executive Vice President Logam Mulia Business Unit Head UBPP LM; General Manager (SVP) UBPP LM Antam, periode 1 Agustus 2017 sampai 5 Maret 2019)
- Lalu, General Manager (SVP) Logam Mulia Business Unit periode 6 Maret 2019 sampai 31 Desember 2020
- General Manager (SVP) Logam Mulia Business Unit periode 1 Januari 2021 sampai 30 April 2022, Iwan Dahlan.
Kasus ini membuka tabir praktik yang merugikan negara dan mencoreng nama baik PT Antam. Proses hukum masih terus berjalan untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dan mempertanggungjawabkan perbuatannya.