Standarisasi Study Tour Nasional: Kemenparekraf Inisiasi Pedoman untuk Tingkatkan Kualitas dan Keamanan

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) tengah menggagas sebuah pedoman komprehensif untuk penyelenggaraan study tour di lingkungan sekolah. Inisiatif ini merupakan respons terhadap berbagai isu krusial yang kerap muncul, mulai dari masalah keamanan dan keselamatan peserta, transparansi biaya, hingga esensi edukasi yang seringkali terabaikan.

Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenparekraf, Rizki Handayani Mustafa, menekankan bahwa tujuan utama dari study tour adalah pendidikan. Menurutnya, Kemenparekraf telah melakukan serangkaian diskusi intensif dengan berbagai asosiasi yang relevan, termasuk Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) dan Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo), untuk merumuskan pedoman yang efektif.

Urgensi Regulasi Study Tour

Rizki menjelaskan bahwa keberadaan operator khusus yang tersertifikasi untuk menangani study tour menjadi sangat penting. Pemerintah daerah pun menunjukkan perhatian terhadap permasalahan ini dan mengakui pentingnya fungsi serta tujuan study tour sebagai bagian integral dari proses pembelajaran.

Namun, dalam praktiknya, penyelenggaraan study tour seringkali tidak memiliki standar yang jelas. Hal ini memunculkan risiko yang perlu diantisipasi oleh pihak sekolah dan pihak-pihak terkait lainnya. Kerap kali, kegiatan diserahkan kepada agen perjalanan umum yang belum tentu memiliki kompetensi yang memadai untuk merancang program yang ideal dan relevan dengan kurikulum pendidikan.

Persoalan pembiayaan juga menjadi sorotan utama. Kemenparekraf berupaya memastikan bahwa study tour tidak menjadi beban finansial bagi keluarga siswa. Di beberapa daerah, ditemukan kasus di mana orang tua terpaksa berhutang demi memenuhi biaya study tour anaknya. Hal ini akan menjadi bahan pembahasan lebih lanjut dengan pemerintah daerah untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan.

Rencana Pemerintah untuk Standardisasi

Kemenparekraf berencana untuk membahas aspek-aspek teknis seperti penggunaan bus yang aman, pemilihan akomodasi yang layak, dan struktur biaya yang transparan dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, serta pihak-pihak terkait lainnya, termasuk perusahaan yang memiliki program Corporate Social Responsibility (CSR) di bidang pendidikan.

Rizki juga menyoroti bahwa Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand yang telah memiliki regulasi yang jelas mengenai study tour dan operator yang berlisensi. Pedoman yang sedang disusun ini diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang kuat melalui penerbitan Keputusan Menteri (Kepmen) atau Peraturan Menteri (Permen).

Targetnya, pedoman ini akan rampung pada bulan September 2025 dan dapat diakses oleh publik pada akhir tahun 2025. Apabila tidak memungkinkan untuk diterbitkan sebagai Kepmen atau Permen, pedoman ini akan diwujudkan dalam bentuk Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Pariwisata dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Diharapkan dengan adanya regulasi yang jelas, penyelenggaraan study tour di Indonesia dapat lebih terarah, aman, berkualitas, dan memberikan manfaat edukatif yang optimal bagi siswa.