Bupati Penajam Paser Utara Diperiksa KPK Terkait Kasus Gratifikasi Mantan Bupati Kutai Kartanegara

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan gratifikasi yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari. Sebagai bagian dari proses penyidikan, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Bupati Penajam Paser Utara, Mudyat Noor, sebagai saksi pada hari Kamis (15/5). Pemeriksaan ini dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengkonfirmasi pemeriksaan tersebut. Namun, ia belum memberikan rincian lebih lanjut mengenai materi yang akan digali oleh penyidik dari Mudyat Noor. Pemanggilan Mudyat Noor sebagai saksi bukan kali ini saja. Sebelumnya, yang bersangkutan juga pernah dimintai keterangan oleh KPK pada tanggal 29 April lalu. Saat itu, pemeriksaan dilakukan di Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Timur. Selain Mudyat Noor, KPK juga memanggil sejumlah saksi lain untuk dimintai keterangan terkait kasus yang sama. Berikut daftar saksi yang turut diperiksa pada tanggal 29 April:

  • ADP, Direktur Utama PT Petrona/Petrona Naga Jaya
  • UMS, Komisaris PT Hayyu Bandar Berkah
  • MAS, Komisaris PT Hayyu Tirta Sejahtera
  • BBS, Pengelola Teknis PT Sinar Kumala Naga
  • SLN, Direktur Utama PT Hayyu Pratama Kaltim tahun 2011 sampai sekarang dan investor/Direktur Operasional PT Sinar Kumala Naga
  • AH, Komisaris Utama PT Bara Kumala Group
  • ABY, Manajer Proyek di PT Alam Jaya Pratama
  • RF, Komisaris PT Petro Naga Jaya

Kasus yang menjerat Rita Widyasari ini terkait dengan dugaan korupsi izin pertambangan batu bara. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa Rita diduga meminta sejumlah uang dalam bentuk dolar Amerika Serikat untuk setiap metrik ton batu bara yang dieksplorasi. Besaran yang diminta bervariasi, antara USD 3,6 hingga USD 5 per metrik ton. Praktik ini berlangsung hingga kegiatan eksplorasi tambang tersebut selesai.

Selain kasus gratifikasi, Rita Widyasari juga berstatus tersangka dalam kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Pada bulan Juli 2024, KPK mengungkap bahwa Rita juga menerima sejumlah dana dari pengusaha tambang. Gratifikasi tersebut diterima dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat, dengan nilai USD 5 per metrik ton batu bara yang dihasilkan perusahaan tambang tersebut. Kasus ini masih terus bergulir dan KPK terus melakukan pengembangan untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat.