Potosí: Di Antara Legenda Perak, Dinamit, dan Iblis Tambang

Potosí: Antara Harta Karun dan Kematian

Kota Potosí, Bolivia, terletak di ketinggian lebih dari 4.000 meter di atas permukaan laut, menawarkan pemandangan yang kontras antara keindahan kolonial dan realitas keras kehidupan pertambangannya. Bangunan-bangunan bersejarah dengan atap genteng merah dan dinding plesteran mengingatkan pada masa kejayaan kolonial Spanyol, sementara di balik keindahan itu tersimpan kisah Cerro Rico, 'Gunung Kaya' yang juga dikenal sebagai 'Gunung Pemangsa Manusia'. Nama mengerikan itu bukanlah sekadar legenda. Sejarah panjang eksploitasi tambang Cerro Rico telah meninggalkan warisan kematian dan penderitaan yang masih terasa hingga kini.

Dinamit: Alat Kerja dan Simbol Kehidupan

Potosí unik karena menjadi satu-satunya tempat di dunia di mana masyarakat umum dapat membeli dinamit secara legal. Di pasar lokal, sebatang dinamit dapat dibeli dengan harga kurang dari Rp 30.000. Bagi para penambang, dinamit merupakan alat vital untuk mengekstraksi mineral, meskipun penggunaan bahan peledak tersebut menyimpan risiko kecelakaan yang tinggi. Di dalam lorong-lorong tambang yang sempit dan gelap, suara ledakan dinamit menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, mengingatkan kita pada adegan dramatis dalam film petualangan, di mana para penambang berjibaku dengan bahaya demi mencari nafkah.

Warisan Kolonial dan Eksploitasi

Cerro Rico, sumber kekayaan perak yang luar biasa pada abad ke-16, telah mengubah Potosí menjadi kota terbesar keempat di dunia Kristen. Namun, kekayaan itu diraih dengan harga mahal. Eksploitasi oleh penjajah Spanyol, yang memaksa penduduk asli bekerja dalam kondisi yang hampir menyerupai perbudakan, telah menorehkan luka mendalam dalam sejarah kota ini. Penggunaan merkuri dalam proses pemurnian perak telah menyebabkan pencemaran lingkungan dan kematian massal. Legenda mengatakan bahwa deposit perak ditemukan oleh seorang penambang Andes pada 1545, sebuah penemuan yang memicu gelombang eksploitasi yang brutal dan mengubah lanskap sosial dan ekonomi wilayah tersebut selama berabad-abad.

El Tío: Iblis Tambang dan Simbol Kepercayaan

Di dalam tambang-tambang gelap dan berbahaya, kepercayaan dan ritual memainkan peran penting dalam kehidupan para penambang. Patung-patung 'El Tío', sebuah sosok iblis bertanduk yang melambangkan kesuburan, ditempatkan di setiap pintu masuk terowongan sebagai sesembahan dan permohonan keselamatan. Para penambang memberikan persembahan berupa daun koka, rokok, minuman keras, bahkan darah llama, sebagai upaya untuk memohon perlindungan dan keberuntungan dari El Tío. Kepercayaan ini merupakan perpaduan antara kepercayaan tradisional Andes dan pengaruh agama Kristen yang dibawa oleh penjajah Spanyol.

Harga Kehidupan di Kedalaman Bumi

Kondisi kerja yang berbahaya dan buruk telah mengakibatkan harapan hidup para penambang di Potosí yang sangat rendah, hanya sekitar 40 tahun. Kecelakaan tambang dan silikosis, penyakit paru-paru yang disebabkan oleh menghirup silika, menjadi penyebab utama kematian dini. Parahnya lagi, anak-anak di bawah umur, bahkan yang berusia enam tahun, terpaksa bekerja di tambang-tambang tersebut. Meskipun terdapat karnaval pertambangan yang meriah sebagai perayaan budaya, realitas yang dihadapi para penambang dan keluarga mereka tetaplah keras dan penuh tantangan, sebuah kontras yang menyayat hati antara pesta dan penderitaan.

Meskipun Potosí kini jauh dari kejayaannya di masa lalu, kota ini tetap menarik perhatian sebagai destinasi wisata yang unik dan misterius. Kisah Cerro Rico, campuran antara kekayaan, eksploitasi, dan kepercayaan tradisional, menawarkan gambaran kompleks tentang sejarah, budaya, dan kehidupan manusia yang berjuang di tengah-tengah lingkungan yang keras dan penuh tantangan.