Kasus Hilangnya Tapasya: Ayah Tiri Jadi Dalang Pembunuhan Tragis
Misteri menghilangnya Ananda Nurmila Nainin, seorang gadis kecil berusia 9 tahun yang lebih dikenal dengan sapaan Tapasya, akhirnya menemukan titik terang setelah lebih dari sebulan penyelidikan intensif oleh Polresta Jayapura Kota. Fakta pahit terungkap bahwa Tapasya menjadi korban pembunuhan keji yang didalangi oleh ayah tirinya sendiri, seorang pria berinisial MN berusia 40 tahun.
Menurut keterangan resmi dari Kapolresta Jayapura Kota, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Fredrickus W.A. Maclarimboen, motif di balik pembunuhan tragis ini adalah kekesalan pelaku terhadap ibu kandung korban. Pelaku merasa geram karena sang istri sering meninggalkan rumah dan kurang memberikan perhatian.
Kronologi pembunuhan yang diungkapkan oleh AKBP Fredrickus sangat mengerikan. Pelaku tega menghabisi nyawa Tapasya dengan cara mencekiknya hingga korban tidak berdaya dan meninggal dunia. Setelah memastikan korban tewas, pelaku kemudian memasukkan jasad Tapasya ke dalam sebuah baskom berwarna hitam dan menutupi dengan kain sarung, seolah-olah baskom tersebut berisi pakaian kotor.
Untuk menghilangkan jejak kejahatannya, pelaku meminjam perahu milik seorang teman dan membawa jasad Tapasya ke tengah laut, sekitar 1,7 meter dari bibir pantai. Di tengah laut, pelaku mengikat kaki korban dengan tali nilon. Ujung tali nilon lainnya diikatkan pada sebuah karung yang berisi batu. Kemudian, dengan keji, pelaku membuang jasad Tapasya ke laut, menenggelamkannya bersama dengan batu pemberat.
Setelah melakukan aksi kejinya, pelaku kembali ke rumah dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Bahkan, ia ikut serta dalam upaya pencarian Tapasya yang dinyatakan hilang. Namun, upaya pelaku untuk menutupi kejahatannya akhirnya gagal. Aparat kepolisian Polresta Jayapura Kota berhasil mengungkap fakta sebenarnya dan menangkap pelaku di rumahnya.
"Kami telah menyimpulkan seluruh rangkaian penyelidikan, dimana kasus ini mengarah kepada pelaku sebagai ayah tiri yang membunuh korban secara sadis," tegas AKBP Fredrickus.
Atas perbuatannya yang keji, pelaku dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Pasal 80 ayat 3 dan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. Pelaku terancam hukuman maksimal seumur hidup atau hukuman penjara paling lama 20 tahun.