Jaringan Pedofil 'Fantasi Sedarah' di Facebook Dibongkar, Polisi Bekuk Enam Tersangka
Pengungkapan Jaringan Pedofil di Facebook: Enam Tersangka 'Fantasi Sedarah' Ditangkap
Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri bersama Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya berhasil membongkar jaringan pedofil yang beroperasi melalui dua grup Facebook dengan nama "Fantasi Sedarah" dan "Suka Duka". Operasi gabungan ini berhasil mengamankan enam orang tersangka dari berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, dan Bengkulu. Penangkapan ini dilakukan atas dasar aktivitas para tersangka yang menyebarkan konten pornografi dan melakukan eksploitasi seksual terhadap anak di bawah umur.
Brigjen Himawan Bayu Aji, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, menyatakan bahwa para tersangka memiliki peran yang berbeda dalam menjalankan aksi keji ini. MR, misalnya, adalah pembuat dan administrator grup "Fantasi Sedarah" sejak Agustus 2024. Sementara DK, MS, MJ, MA, dan KA berperan sebagai anggota aktif yang turut menyebarkan konten pornografi dan melakukan eksploitasi seksual terhadap anak-anak.
Peran dan Motif Tersangka
Peran masing-masing tersangka dalam jaringan ini cukup beragam. MR sebagai pendiri dan administrator grup, bertanggung jawab atas pengelolaan dan penyediaan platform untuk penyebaran konten. DK dan tersangka lainnya aktif dalam menyebarkan konten yang melanggar hukum dan norma, serta turut melakukan eksploitasi terhadap korban.
Motif di balik tindakan para pelaku bervariasi. Beberapa tersangka mengaku mendapatkan kepuasan pribadi dari menyebarkan konten tersebut, sementara yang lain memanfaatkannya untuk memperoleh keuntungan finansial. DK, salah satu tersangka, bahkan menjual konten video dan foto korban dengan tarif tertentu. Harga untuk 20 konten video dipatok Rp 50.000, sementara 40 konten video atau foto dijual seharga Rp 100.000.
Korban dan Dampak
Dalam penggerebekan, polisi menemukan lebih dari 400 konten pornografi di ponsel MR, sang pembuat grup. Selain itu, terungkap bahwa setidaknya tiga anak menjadi korban langsung dari tindakan para pelaku. Seorang korban lainnya adalah perempuan dewasa berusia 21 tahun. Brigjen Nurul Azizah, Direktur Tindak Pidana Perlindungan Perempuan Anak dan Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO), menegaskan bahwa hukuman bagi para pelaku dapat diperberat karena melibatkan anak-anak sebagai korban.
Sebelumnya, Bareskrim Polri menyatakan bahwa keenam tersangka terancam hukuman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp 6 miliar. Adanya korban anak dan jumlah korban yang lebih dari satu orang dapat menjadi faktor pemberat dalam penjatuhan hukuman.
Upaya Pencegahan dan Respons DPR
Guna mencegah kasus serupa terulang, Polri meningkatkan patroli siber dan bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk memblokir konten-konten yang melanggar hukum. Selain itu, Polri juga mengampanyekan kesadaran publik melalui program "Rise and Speak, Berani Bicara Selamatkan Sesama". Program ini bertujuan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap isu-isu perlindungan perempuan dan anak.
Kasus ini juga mendapat respons dari DPR. Anggota Komisi IX DPR RI, Alifudin, mendorong pemerintah dan DPR untuk segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Ketahanan Keluarga. Sementara itu, Anggota Komisi III DPR, Surahman Hidayat, mendesak Polri untuk mengusut tuntas kasus ini meskipun grup Facebook "Fantasi Sedarah" telah diblokir oleh Kominfo. Surahman menekankan pentingnya proses hukum terhadap pelaku yang telah melakukan pelecehan seksual terhadap anggota keluarga sendiri, termasuk pencabulan terhadap anak kandung di bawah umur.
Penegasan Ulang
Penangkapan enam tersangka dalam kasus "Fantasi Sedarah" ini menjadi pengingat akan bahaya kejahatan seksual online, khususnya yang melibatkan anak-anak. Upaya penegakan hukum, pencegahan, dan peningkatan kesadaran publik perlu terus ditingkatkan untuk melindungi generasi muda dari ancaman eksploitasi dan kekerasan seksual di dunia maya.
- Patroli siber diintensifkan.
- Kerja sama dengan Kominfo untuk pemblokiran konten.
- Kampanye kesadaran publik digencarkan.