Paradoks AI: Konsumsi Energi Tinggi dan Potensi Solusi Hijau Menurut Schneider Electric
Ironi Kecerdasan Buatan: Antara Konsumsi Energi dan Potensi Solusi Berkelanjutan
Kecerdasan buatan (AI) seringkali diasosiasikan dengan konsumsi energi yang besar. Proses pelatihan model AI generatif yang kompleks hingga operasionalisasi pusat data raksasa memerlukan pasokan listrik yang signifikan. Namun, di balik citra sebagai 'pemakan energi', AI justru menyimpan potensi besar untuk menjadi solusi dalam mengatasi masalah energi global.
Pankaj Sharma, Executive Vice President Secure Power Division Schneider Electric, menyoroti paradoks ini dalam sebuah sesi di pameran teknologi Computex 2025 di Taipei, Taiwan. Sharma menekankan bahwa AI tidak hanya berkontribusi pada peningkatan konsumsi energi, tetapi juga dapat memainkan peran penting dalam upaya penghematan energi secara signifikan. Menurut Sharma pemanfaatan AI dapat membantu dalam menyelesaikan masalah energi.
Tantangan Konsumsi Energi AI
International Energy Agency (IEA) memperkirakan bahwa pusat data yang mendukung AI akan mengkonsumsi sekitar 945 terawatt-hours (TWh) pada tahun 2030. Angka ini setara dengan konsumsi listrik tahunan seluruh negara Jepang. Pada tahun 2024, pusat data telah mengkonsumsi 415 TWh, atau sekitar 1,5 persen dari total konsumsi listrik dunia. Peningkatan ini menimbulkan kekhawatiran, terutama karena sebagian besar pusat data masih bergantung pada sumber energi konvensional yang menghasilkan emisi karbon tinggi.
Sharma juga menyoroti peningkatan drastis dalam kebutuhan daya per rak di pusat data AI. Beban daya dapat mencapai 1 megawatt, setara dengan kebutuhan listrik 800 hingga 1.000 rumah tangga di AS selama setahun. Standar lama untuk daya per rak berkisar antara 15 hingga 20 kilowatt, menunjukkan lonjakan kebutuhan energi yang sangat besar.
AI sebagai Solusi Efisiensi Energi
Sharma memberikan contoh bagaimana AI dapat digunakan untuk mengoptimalkan konsumsi energi. Salah satu pelanggan Schneider Electric berhasil mengurangi konsumsi listrik hingga 9 persen dengan menerapkan AI untuk mengelola sistem HVAC (Heating, Ventilation, and Air Conditioning) secara otomatis. Pendekatan ini dikenal sebagai “AI for Energy,” menekankan potensi AI untuk memberikan solusi, bukan hanya menjadi bagian dari masalah.
Schneider Electric juga mengembangkan solusi infrastruktur data center yang AI-ready dan berkelanjutan. Teknologi EcoStruxure Data Center, mencakup intelligent power monitoring, sistem distribusi daya modular, dan perangkat lunak berbasis AI untuk prediksi konsumsi dan optimalisasi beban, diklaim mampu meningkatkan efisiensi energi secara keseluruhan hingga 20–30 persen. Solusi tersebut juga dapat mengurangi total biaya kepemilikan (TCO) dan emisi karbon.
Liquid Cooling: Masa Depan Pendinginan Pusat Data
Salah satu inovasi utama yang dipamerkan adalah liquid cooling atau sistem pendinginan cair. Teknologi ini dianggap sebagai solusi ideal untuk mengatasi panas ekstrem yang dihasilkan oleh server AI. Dibandingkan dengan pendingin udara konvensional, liquid cooling menggunakan cairan khusus yang langsung menyentuh komponen terpanas, seperti prosesor dan chip AI, untuk mendinginkannya secara efisien. Schneider Electric mengklaim bahwa solusi liquid cooling mereka dapat mengurangi konsumsi energi hingga 30 persen dan emisi karbon.
Guna memperkuat kapabilitasnya di bidang liquid cooling, Schneider Electric mengakuisisi Motivair, sebuah perusahaan AS yang berpengalaman dalam menerapkan teknologi pendinginan cair untuk superkomputer. Langkah ini menunjukkan komitmen Schneider Electric untuk menyediakan solusi inovatif yang mendukung perkembangan AI berkelanjutan.