Aksi Penolakan Eksekusi Lahan Berujung Bentrokan di Polewali Mandar
Polewali Mandar, Sulawesi Barat – Proses eksekusi lahan di Desa Lapeo, Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, pada Kamis (22/5/2025) siang, berubah menjadi ajang bentrokan antara aparat keamanan dan massa penolak eksekusi. Aksi penolakan ini mengakibatkan kemacetan panjang hingga dua kilometer di jalur utama Trans Sulawesi Barat.
Ketegangan memuncak saat petugas juru sita dari Pengadilan Negeri Polewali tiba di lokasi untuk membacakan surat perintah eksekusi. Massa yang menolak putusan tersebut melakukan perlawanan sengit. Mereka berusaha menghalangi petugas dengan mendirikan barikade dari ban bekas dan kayu yang dibakar di tengah jalan.
Aparat kepolisian yang diterjunkan ke lokasi mencoba bernegosiasi dengan massa, namun upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Aksi saling dorong dan lempar batu tak terhindarkan. Polisi akhirnya mengambil tindakan tegas dengan membubarkan massa yang dianggap anarkis.
Dalam insiden tersebut, sejumlah orang yang kedapatan membawa senjata tajam dan bom molotov berhasil diamankan. Mereka diduga sebagai provokator yang memicu kericuhan. Kapolres Polewali Mandar, AKBP Anjar Purwoko, mengungkapkan bahwa pihaknya menerjunkan 280 personel untuk mengamankan jalannya eksekusi.
"Kami telah mengamankan beberapa individu yang diduga sebagai provokator," ujar AKBP Anjar Purwoko. Lebih lanjut ia menjelaskan, kendati diwarnai aksi perlawanan, eksekusi lahan tetap dapat dilaksanakan.
Konflik lahan ini sendiri telah berlangsung sejak tahun 2006 dan bergulir di Pengadilan Negeri Polewali. Putusan pengadilan memenangkan penggugat, Nurja Rayo, atas tergugat Hasanuddin Pili, dan memberikan hak kepada Nurja Rayo untuk mengeksekusi lahan tersebut.
Sebuah alat berat dikerahkan untuk merobohkan bangunan-bangunan yang berdiri di atas lahan sengketa. Proses eksekusi berjalan dengan pengawalan ketat dari aparat kepolisian untuk mencegah terjadinya bentrokan susulan.