Hakim MK Dalami Dugaan Perundungan di Program Pendidikan Dokter Spesialis
Hakim MK Pertanyakan Praktik Perundungan dalam Pendidikan Dokter Spesialis
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi terkait Undang-Undang Kesehatan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli. Dalam sidang tersebut, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih secara intensif menggali informasi mengenai dugaan praktik perundungan yang terjadi dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
Hakim Enny menyampaikan keprihatinannya atas informasi yang ia terima terkait potensi kekerasan fisik, verbal, dan pungutan liar yang sistemik dalam lingkungan PPDS. Ia kemudian mempertanyakan langsung kepada tiga dokter spesialis yang hadir sebagai saksi, yakni Piprim Basarah, Zainal Muttaqin, dan Renan Sukmawan, mengenai kebenaran informasi tersebut.
"Saya ingin mendapatkan jawaban yang jujur, karena ini menyangkut soal kesehatan, soal nyawa ya," tegas Enny dalam sidang yang berlangsung di Gedung MK, Jakarta.
Enny secara spesifik menanyakan apakah lingkungan PPDS menyerupai "barak militer" dengan relasi senior-junior yang kaku dan berpotensi menimbulkan tindakan perundungan. Ia menekankan pentingnya klarifikasi isu ini mengingat dampaknya pada kualitas pendidikan dan kesehatan.
Tanggapan Para Dokter Spesialis
Zainal Muttaqin, seorang dokter spesialis bedah saraf dari Universitas Diponegoro (UNDIP), menyatakan bahwa di departemennya tidak ada praktik perundungan. Ia menegaskan bahwa perundungan adalah tindakan yang tidak dapat ditoleransi dalam lingkungan pendidikan.
"Kalau saya bercerita tentang departemen saya sendiri, itu kami bersepakat bahwa pendidikan tidak boleh melakukan hal-hal yang buruk seperti itu. Perundungan adalah perbuatan yang tidak boleh dilakukan siapa pun, itu perbuatan buruk," ujarnya.
Namun, Zainal mengakui adanya praktik penambahan jadwal jaga sebagai bentuk sanksi bagi peserta didik.
Piprim Basarah Yanuarso, seorang dokter spesialis anak, menjelaskan bahwa terdapat dua jenis perundungan, yakni perundungan nyata dan perundungan akibat beban pekerjaan. Ia mencontohkan perundungan nyata seperti pemaksaan peserta didik untuk membayar tagihan pribadi senior. Ia mengaku tidak pernah mengalami hal tersebut selama menjalani pendidikan di RSCM.
"Kalau bullying sesungguhnya, misalnya peserta didik disuruh membayari tagihan apa gitu," kata Piprim.
Piprim menambahkan bahwa beban pekerjaan yang tinggi merupakan risiko yang harus dihadapi dalam pendidikan spesialis dan tidak termasuk dalam kategori perundungan.
Renan Sukmawan, seorang dokter jantung dari Rumah Sakit Harapan Kita, memastikan bahwa lingkungan belajar di tempatnya mengajar bebas dari perundungan. Bahkan, mahasiswa PPDS di RS Harapan Kita menerima honorarium dari pihak manajemen, sehingga kesejahteraan mereka terjamin dan tidak ada pungutan liar.
Renan juga mengungkapkan inisiatifnya untuk memantau potensi ketidakadilan dalam pembagian jadwal jaga antara senior dan junior. Ia menyediakan saluran komunikasi anonim bagi mahasiswa PPDS untuk melaporkan keluhan terkait jadwal jaga.
Upaya Penegakan Lingkungan Pendidikan yang Sehat
Sidang MK ini menyoroti pentingnya menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat dan bebas dari perundungan dalam program pendidikan dokter spesialis. Keterangan para saksi ahli memberikan gambaran yang beragam mengenai praktik perundungan di berbagai institusi pendidikan kedokteran. Diharapkan, hasil sidang ini dapat menjadi masukan berharga bagi perbaikan sistem pendidikan dokter spesialis di Indonesia.