BMKG Serukan Penegakan Hukum atas Pendudukan Lahan Negara oleh Ormas di Tangerang Selatan

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendesak aparat kepolisian untuk mengambil tindakan tegas terhadap organisasi masyarakat (ormas) yang secara ilegal menduduki lahan milik negara di kawasan Pondok Betung, Pondok Aren, Tangerang Selatan. Desakan ini muncul seiring terhambatnya proyek pembangunan Gedung Arsip BMKG yang seharusnya telah berjalan sejak November 2023.

Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Akhmad Taufan Maulana, tindakan penegakan hukum diperlukan untuk menertibkan pihak-pihak yang menduduki lahan yang bukan haknya. BMKG menegaskan bahwa status kepemilikan lahan tersebut adalah sah milik negara dan memiliki kekuatan hukum yang tetap. Lahan seluas 127.780 meter persegi, atau sekitar 12 hektare, tersebut telah diduduki secara ilegal oleh ormas selama hampir dua tahun, menghambat kelancaran proyek strategis BMKG.

Kronologi Pendudukan Lahan

Gangguan terhadap proyek pembangunan Gedung Arsip BMKG bermula sejak dua tahun lalu, ketika ormas dan oknum yang mengklaim sebagai ahli waris mulai menempati lahan tersebut. Mereka memaksa para pekerja konstruksi untuk menghentikan aktivitas, menarik alat berat keluar dari lokasi, dan menutup papan proyek dengan klaim kepemilikan tanah oleh ahli waris.

Ormas tersebut bahkan mendirikan posko dan menempatkan anggotanya secara permanen di lokasi. Lebih jauh lagi, sebagian lahan diduga telah disewakan kepada pihak ketiga, sehingga didirikan bangunan di atasnya.

Dasar Hukum Kepemilikan Lahan

BMKG menegaskan bahwa kepemilikan lahan tersebut sah milik negara berdasarkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 1/Pondok Betung Tahun 2003, yang sebelumnya tercatat sebagai SHP Nomor 0005/Pondok Betung. Kepemilikan ini telah dikuatkan oleh serangkaian putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, termasuk Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 396 PK/Pdt/2000 tanggal 8 Januari 2007. Ketua Pengadilan Negeri Tangerang juga telah menyatakan secara tertulis bahwa putusan-putusan tersebut saling menguatkan dan tidak memerlukan eksekusi.

Upaya Persuasif yang Buntu

Meski memiliki dasar hukum yang kuat, BMKG telah mengupayakan pendekatan persuasif melalui koordinasi dengan berbagai pihak, mulai dari tingkat RT dan RW, kecamatan, kepolisian, hingga pertemuan langsung dengan pihak ormas dan pihak yang mengaku sebagai ahli waris. Namun, upaya-upaya tersebut belum membuahkan hasil. Pihak ormas menolak penjelasan hukum yang disampaikan oleh BMKG. Bahkan, dalam sebuah pertemuan, pimpinan ormas mengajukan tuntutan ganti rugi senilai Rp 5 miliar sebagai syarat untuk menarik massa dari lokasi proyek.

Dampak Kerugian Negara

BMKG menilai bahwa tuntutan ganti rugi tersebut merugikan negara, mengingat proyek pembangunan Gedung Arsip bersifat kontrak multiyears dengan durasi 150 hari kalender, yang dimulai sejak 24 November 2023. Terhambatnya proyek ini tidak hanya berdampak pada operasional BMKG, tetapi juga berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang signifikan.

Harapan BMKG

Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, BMKG berharap pihak kepolisian dan otoritas terkait segera mengambil tindakan tegas demi mengembalikan fungsi lahan negara, melindungi aset publik, dan melanjutkan pembangunan yang tertunda. Tindakan tegas ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan mencegah preseden buruk di masa mendatang.