MUI Tolak Usulan Penyembelihan Dam Tamattu di Indonesia: Bertentangan dengan Fatwa

Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara resmi menyatakan penolakan terhadap wacana penyembelihan hewan dam tamattu bagi jemaah haji Indonesia di Tanah Air. Penegasan ini tertuang dalam surat resmi yang ditujukan kepada Menteri Agama, merespons usulan pemerintah terkait tata kelola dam tamattu pada penyelenggaraan haji tahun 1446 H/2025 M.

Dalam surat tersebut, MUI dengan tegas menyatakan bahwa pelaksanaan penyembelihan dam tamattu di luar Tanah Haram tidak memenuhi ketentuan syariah, mengacu pada Fatwa MUI Nomor 41 Tahun 2011 tentang Penyembelihan Hewan Dam Atas Haji Tamattu' Di Luar Tanah Haram. MUI berpendapat bahwa wacana ini berpotensi menimbulkan masalah baru, baik dari aspek syariah maupun teknis, dan tidak menjawab inti permasalahan yang ada.

Berikut adalah poin-poin utama yang disampaikan MUI:

  • Penolakan Penyembelihan di Indonesia: MUI tidak mendukung rencana penyembelihan hewan dam tamattu di Tanah Air, baik untuk petugas haji maupun jemaah haji Indonesia, karena bertentangan dengan fatwa yang ada.
  • Peluang Telaah Ulang Fatwa: MUI terbuka untuk meninjau ulang fatwa tersebut jika terdapat alasan syar'i yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
  • Apresiasi dan Evaluasi KMA: MUI mengapresiasi upaya Kementerian Agama dalam memperbaiki tata kelola dam tamattu, namun menilai beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 437 Tahun 2025 perlu ditinjau ulang, khususnya pasal yang mengatur penyembelihan dam di Indonesia.
  • Rekomendasi Solusi:
    • MUI merekomendasikan agar pembayaran dam dikoordinir secara kolektif oleh pemerintah melalui lembaga resmi seperti Adahi, Nusuk, Bank Al Rajhi, atau lembaga Indonesia dengan syarat penyembelihan tetap dilakukan di Tanah Haram. Hal ini sejalan dengan Fatwa MUI Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pembayaran Dam atas Haji Tamattu dan Qiran Secara Kolektif.
    • MUI menyarankan integrasi pengelolaan dam tamattu ke dalam rencana besar pengelolaan Perkampungan Haji Indonesia di Tanah Suci sebagai solusi jangka menengah dan panjang.

MUI menyarankan beberapa solusi untuk perbaikan tata kelola Dam, diantaranya:

  1. Pemerintah mengatur dan menertibkan pembayaran dam bagi jamaah haji Indonesia, agar yang menjadi kewajiban jamaah haji terlayani optimal.
  2. Pembayaran dam tidak harus dengan menyembelih sendiri, tetapi bisa dengan lewat lembaga yang berpedoman pada Fatwa MUI Nomor 52 Tahun 2014.
  3. Pembayaran dapat melalui lembaga resmi Arab Saudi atau lembaga dari Indonesia dengan syarat disembelih di tanah haram.
  4. Pembayaran dapat dikoordinasikan secara kolektif oleh Pemerintah melalui Kementerian atau BAZNAS.
  5. Penyembelihan dilaksanakan di tanah haram, bisa bekerja sama dengan penyedia layanan yang diberikan izin resmi oleh Pemerintah Saudi atau dikelola Kementerian Agama sendiri.
  6. Pengelolaan serta distribusinya dioptimalkan untuk kemaslahatan, baik di tanah haram maupun di luar tanah haram.

MUI juga menyoroti Keputusan Menteri Agama RI Nomor 437 Tahun 2025, yang dinilai bertentangan dengan fatwa MUI terkait penyembelihan Dam di Indonesia. MUI menekankan pentingnya telaah ulang terhadap KMA tersebut dengan melibatkan berbagai pihak agar sesuai dengan substansi syariah dan tidak menimbulkan kerusakan (mafsadat).

MUI sebagai mitra pemerintah menyatakan kesiapannya untuk memberikan pandangan keagamaan dan mencari solusi terbaik demi kemaslahatan umat.