Ancaman Krisis Tembaga Mengintai Transisi Energi Hijau

Kekurangan Pasokan Tembaga Ancam Transisi Energi Bersih

Badan Energi Internasional (IEA) mengeluarkan peringatan serius terkait potensi kekurangan pasokan logam-logam krusial, khususnya tembaga, yang sangat dibutuhkan dalam transisi menuju ekonomi rendah karbon. Proyeksi IEA menunjukkan bahwa permintaan tembaga berpotensi melampaui pasokan yang tersedia dalam satu dekade mendatang, menghambat upaya global dalam mencapai target iklim.

Menurut IEA, tanpa tindakan signifikan, defisit pasokan tembaga dapat mencapai 30% dari kebutuhan global pada tahun 2035. Tembaga merupakan komponen vital dalam berbagai sistem energi listrik, termasuk panel surya, turbin angin, dan jaringan transmisi. Direktur Eksekutif IEA, Fatih Birol, menekankan perlunya langkah-langkah segera untuk mengatasi tantangan ini.

Strategi Mengatasi Defisit Tembaga

Untuk mengatasi potensi kekurangan tembaga dan kerentanan rantai pasokan, IEA merekomendasikan beberapa strategi utama:

  • Investasi dan Kerjasama Global: Negara-negara maju perlu berinvestasi dan menjalin kerjasama dengan negara-negara berkembang untuk mendistribusikan kapasitas pemurnian logam secara lebih merata di seluruh dunia.
  • Diversifikasi Sumber Pasokan: Mengembangkan industri pemurnian logam di berbagai negara dan memperkuat hubungan dagang akan mengurangi ketergantungan pada satu atau beberapa negara saja.
  • Peningkatan Daur Ulang: Meningkatkan praktik daur ulang tembaga dapat secara signifikan mengurangi kebutuhan akan penambangan baru.
  • Eksplorasi Material Substitusi: Melakukan penelitian dan pengembangan untuk mencari material pengganti tembaga, seperti aluminium, dalam aplikasi tertentu.

Saat ini, sebagian besar mineral penting yang digunakan dalam industri energi terbarukan diproses di China, meskipun sumber daya tersebut ditambang di berbagai negara di seluruh dunia. Konsentrasi ini menciptakan potensi risiko geopolitik dan kerentanan rantai pasokan. Diversifikasi sumber pasokan dan pengembangan kapasitas pemurnian di berbagai wilayah merupakan langkah penting untuk memastikan ketahanan rantai pasokan.

Dampak Potensial Kekurangan Tembaga

Kekurangan atau gangguan pasokan tembaga dapat memicu serangkaian konsekuensi ekonomi negatif, termasuk:

  • Kenaikan Biaya Energi: Kelangkaan tembaga dapat menyebabkan kenaikan harga, yang pada gilirannya akan meningkatkan biaya produksi energi terbarukan.
  • Hambatan Transisi Energi: Keterlambatan atau pembatalan proyek-proyek energi terbarukan akibat kekurangan pasokan tembaga dapat menghambat upaya global dalam mencapai target emisi.
  • Penurunan Daya Saing Industri: Perusahaan-perusahaan yang bergantung pada tembaga dapat menghadapi biaya produksi yang lebih tinggi, yang dapat mengurangi daya saing mereka di pasar global.

IEA memperingatkan bahwa dampak guncangan pasokan mineral kritis dapat sangat luas, menyebabkan harga yang lebih tinggi bagi konsumen dan mengurangi daya saing industri. Pemerintah dan pelaku industri perlu mengambil tindakan proaktif untuk mengatasi tantangan ini dan memastikan kelancaran transisi menuju ekonomi rendah karbon. Mengingat waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan tambang baru, tindakan yang diambil hari ini akan menentukan ketersediaan tembaga di masa depan.

Birol menekankan bahwa dengan tindakan cepat dan terkoordinasi, pemerintah dapat mengurangi proyeksi kekurangan pasokan tembaga, mempercepat proyek tambang baru, meningkatkan daur ulang tembaga, dan mencari substitusi dengan logam lain seperti aluminium, sehingga dampak kelangkaan dapat dikurangi secara signifikan.