Keterbatasan Armada Picu Rantai Keterlambatan Penerbangan Domestik

Minimnya Armada dan Dampaknya pada Ketepatan Waktu Penerbangan Domestik

Keterlambatan penerbangan domestik di Indonesia menjadi sorotan tajam, tidak hanya dipicu oleh faktor cuaca ekstrem semata. Seorang pengamat penerbangan, Gatot Rahardjo, mengungkapkan bahwa akar permasalahan terletak pada ketidakseimbangan antara jumlah armada pesawat yang tersedia dengan padatnya rute penerbangan yang dioperasikan oleh maskapai.

"Jumlah pesawat yang ada saat ini tidak sebanding dengan banyaknya rute yang dibuka. Ini menjadi salah satu penyebab utama keterlambatan," ujar Gatot.

Selain itu, maskapai penerbangan juga dihadapkan pada tantangan lain, yaitu fluktuasi jumlah penumpang. Kondisi penumpang yang tidak selalu penuh menyebabkan maskapai harus memutar otak untuk menekan biaya operasional yang terus membengkak. Salah satu strategi yang kerap diambil adalah menggabungkan jadwal penerbangan.

"Seringkali maskapai terpaksa menggabungkan dua jadwal penerbangan untuk menekan biaya. Misalnya, penerbangan pukul 07.00 dan 10.00 digabung menjadi satu keberangkatan pukul 10.00. Efeknya, jika penerbangan ini terlambat, maka seluruh jadwal penerbangan berikutnya akan ikut terpengaruh," jelasnya.

Gatot menyebutkan bahwa kondisi ini memicu efek domino keterlambatan yang merugikan penumpang. Selain itu, minimnya pesawat cadangan juga menjadi masalah krusial. Ketika sebuah pesawat mengalami gangguan teknis, proses penggantian pesawat memakan waktu yang tidak sedikit. Dalam situasi ini, maskapai terpaksa mengoperasikan pesawat yang kondisinya kurang optimal, yang berpotensi meningkatkan risiko keselamatan penerbangan.

Solusi Jangka Pendek: Dukungan Pemerintah

Gatot memberikan beberapa rekomendasi solusi jangka pendek yang bisa diambil oleh pemerintah untuk mengatasi masalah ini. Ia menyarankan agar pemerintah memberikan dukungan kepada maskapai untuk menambah jumlah armada pesawat dan membantu dalam perawatan pesawat secara berkala. Selain itu, pemerintah juga dapat membantu menekan biaya operasional maskapai yang semakin tinggi.

"Pemerintah bisa memberikan insentif berupa penghapusan pajak dan bea masuk penerbangan, subsidi, atau potongan harga avtur. Langkah-langkah ini akan membantu meringankan beban operasional maskapai," ungkap Gatot.

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mencatat bahwa tingkat keterlambatan penerbangan domestik lebih tinggi dibandingkan dengan penerbangan internasional. Data menunjukkan bahwa tingkat ketepatan waktu (On-Time Performance/OTP) penerbangan domestik selama periode angkutan Lebaran 2025 hanya mencapai 83 persen, jauh lebih rendah dibandingkan dengan OTP penerbangan internasional yang mencapai 91,88 persen.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, Lukman F. Laisa, menjelaskan bahwa perbedaan OTP ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk fasilitas bandara yang lebih baik di luar negeri, yang memungkinkan waktu transit menjadi lebih efisien. Selain itu, faktor teknis, manajemen maskapai, dan cuaca juga turut berkontribusi terhadap keterlambatan penerbangan domestik.

"Faktor cuaca masih menjadi penyebab paling dominan dalam keterlambatan penerbangan," pungkas Lukman.