Pembayaran Pajak Jadi Dasar Keyakinan Legalitas Warga Kampung Starling
Di tengah hiruk pikuk Jakarta Pusat, sebuah komunitas unik bernama Kampung Starling menggantungkan harapan akan legalitas tempat tinggal mereka pada pembayaran pajak yang rutin. Terletak di Jalan Parapatan Baru, Kwitang, permukiman yang dihuni mayoritas pedagang kopi keliling asal Madura ini meyakini bahwa kontribusi mereka kepada negara, melalui pembayaran pajak kepada Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta selaku pemilik lahan, menjadi jaminan atas keberadaan mereka.
Novi, seorang warga Kampung Starling, menegaskan bahwa seluruh penghuni secara teratur membayar pajak, meskipun ia sendiri tidak mengetahui secara pasti nominal yang dibayarkan. Keyakinan ini, menurutnya, menjadi dasar legitimasi keberadaan mereka di lokasi tersebut. Kampung Starling sendiri membentang sepanjang 350 meter dengan lebar sekitar 3 meter, terjepit di antara dinding pembatas gedung Bank Indonesia DKI Jakarta dan Kali Ciliwung. Kondisi ini mencerminkan kehidupan sederhana yang dijalani warga.
Wisnu, seorang perantau asal Madura yang telah menghuni Kampung Starling sejak tahun 2017, mengaku tidak terlalu mempersoalkan legalitas formal. Baginya, yang terpenting adalah tidak adanya gangguan dari pemerintah dan kelancaran pembayaran pajak. Dengan penghasilan antara Rp100.000 hingga Rp300.000 per hari sebagai pedagang kopi keliling, Wisnu lebih fokus pada mencari nafkah untuk keluarga.
Hasan, warga lainnya yang telah tinggal di Kampung Starling sejak 2018, memiliki pandangan yang lebih tegas. Ia menyatakan bahwa pembayaran pajak adalah bukti nyata bahwa mereka tidak melanggar hukum. Menurutnya, jika permukiman mereka ilegal, sudah pasti mereka akan digusur sejak lama. Hasan menambahkan, meskipun fasilitas yang tersedia sangat terbatas, seperti hanya adanya dua kamar mandi umum dan rumah-rumah berdinding tripleks, warga Kampung Starling tetap merasa nyaman dan aman. Semangat gotong royong dan rasa kekeluargaan yang kuat menjadi perekat komunitas ini.
Mayoritas warga Kampung Starling mengakui tidak mengetahui secara detail perjanjian atau dokumen resmi antara komunitas mereka dan Bank Indonesia DKI. Namun, fakta bahwa mereka telah tinggal di sana selama lebih dari dua dekade tanpa pernah mengalami penggusuran menjadi alasan kuat bagi mereka untuk terus bertahan dan meyakini bahwa keberadaan mereka di Kampung Starling adalah legal.
Keterbatasan fasilitas yang ada di Kampung Starling tidak menyurutkan semangat kekeluargaan dan gotong royong antar warga. Kondisi ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendatang yang mencari nafkah di Jakarta, khususnya bagi mereka yang berprofesi sebagai pedagang kopi keliling. Kampung Starling menjadi rumah sementara bagi mereka, tempat berbagi suka dan duka, serta saling membantu dalam menghadapi kerasnya kehidupan di ibu kota.
Berikut adalah fasilitas yang ada di Kampung Starling:
- Dua kamar mandi umum
- Rumah-rumah berdinding tripleks
- Kali Ciliwung
- Dinding pembatas gedung Bank Indonesia DKI Jakarta
Kehidupan di Kampung Starling mencerminkan potret masyarakat urban yang sederhana, namun memiliki semangat juang dan solidaritas yang tinggi. Meskipun dihadapkan dengan berbagai keterbatasan, mereka tetap optimis dan berusaha untuk meningkatkan kualitas hidup mereka melalui kerja keras dan gotong royong.