Sengketa Lahan BMKG di Tangsel Memanas: GRIB Jaya Pasang Badan Bela Ahli Waris
Polemik kepemilikan lahan antara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan sekelompok ahli waris di Kelurahan Pondok Betung, Tangerang Selatan, semakin memanas. Gerakan Rakyat untuk Indonesia Baru (GRIB) Jaya, sebuah organisasi masyarakat (ormas), menyatakan diri membela kepentingan para ahli waris dalam sengketa ini.
GRIB Jaya membantah tudingan yang menyebutkan bahwa mereka menduduki atau menguasai lahan milik BMKG. Ketua Tim Hukum dan Advokasi GRIB Jaya, Wilson Colling, menegaskan bahwa kehadiran mereka di lokasi tersebut semata-mata didasari permintaan dari para ahli waris yang mengklaim memiliki bukti kepemilikan sah atas lahan tersebut.
"Kami hadir sebagai pendamping hukum dan advokasi bagi para ahli waris," ujar Wilson. Ia menampik tuduhan bahwa GRIB Jaya mengambil keuntungan dari lahan tersebut atau terlibat dalam aktivitas ilegal. Wilson justru menuding BMKG berupaya mengalihkan isu dengan melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya.
Menurut Wilson, laporan BMKG tersebut merupakan upaya untuk menghindari tanggung jawab terhadap para ahli waris yang memiliki bukti kepemilikan berupa girik. Ia mendesak Polda Metro Jaya untuk bertindak netral dan profesional dalam menangani kasus ini, serta tidak terpengaruh oleh tekanan dari pihak manapun.
"Penegakan hukum harus didasarkan pada fakta dan keadilan, bukan pada narasi sepihak yang dibangun oleh institusi negara yang gagal menyelesaikan konflik secara adil," tegasnya.
Sebelumnya, BMKG melaporkan dugaan pendudukan lahan miliknya oleh sebuah ormas ke Polda Metro Jaya. Dalam laporan tersebut, BMKG meminta bantuan pengamanan terhadap aset tanah seluas 127.780 meter persegi di Kelurahan Pondok Betung. BMKG menyatakan bahwa pendudukan lahan tersebut telah berlangsung selama hampir dua tahun dan menghambat pembangunan gedung arsip BMKG yang telah dimulai sejak November 2023. Pembangunan terhenti akibat aksi dari sekelompok orang yang mengklaim sebagai ahli waris dan massa dari ormas terkait.
Kelompok tersebut memaksa pekerja menghentikan aktivitas konstruksi, menarik alat berat keluar lokasi, serta memasang plang bertuliskan "Tanah Milik Ahli Waris".