Misteri CCTV Rusak Warnai Sidang Kasus Kematian Tahanan di Polsek Kumpe Ilir

Sidang Kasus Kematian Ragil Alfarizi Ungkap Kerusakan CCTV di Polsek Kumpe Ilir

Sidang pemeriksaan saksi kasus kematian Ragil Alfarizi (21), seorang tahanan di Polsek Kumpe Ilir, Muaro Jambi, membuka fakta baru yang mengejutkan. Sejumlah kamera pengawas (CCTV) di lingkungan kantor polisi tersebut dilaporkan dalam kondisi tidak berfungsi saat insiden penganiayaan yang berujung pada kematian Ragil terjadi.

Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Sengeti pada hari Jumat (23/5/2025) menghadirkan dua terdakwa, yaitu Faskal Widanu Putra dan Yuyun Sanjaya, keduanya merupakan anggota polisi yang kini berstatus tersangka dalam kasus ini. Kehadiran mereka menjadi sorotan utama dalam upaya mengungkap kebenaran di balik kematian tragis Ragil.

Saksi Rendra, seorang penyidik Reskrim yang baru tiga bulan bertugas di Polsek Kumpe Ilir, memberikan keterangan bahwa CCTV yang seharusnya mengawasi sel tahanan tempat Ragil ditahan, termasuk dalam daftar perangkat yang rusak. "Sejak saya bertugas di sana, CCTV-nya sudah rusak dan tidak pernah diperbaiki," ungkap Rendra di hadapan majelis hakim. Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang pengawasan dan keamanan di lingkungan Polsek Kumpe Ilir.

Menurut Rendra, hanya beberapa CCTV yang masih berfungsi dengan baik. Empat di antaranya, termasuk kamera yang seharusnya memantau area sel tahanan, dilaporkan tidak berfungsi. Hal ini tentu saja menimbulkan keraguan tentang kemampuan pihak kepolisian dalam memantau aktivitas di dalam sel dan mencegah terjadinya tindakan kekerasan.

Pelanggaran SOP dalam Penahanan Ragil

Dalam kesaksiannya, Rendra juga mengungkapkan bahwa Polsek Kumpe Ilir sebenarnya tidak lagi diperbolehkan untuk melakukan penahanan, penyidikan, atau penangkapan. Fungsi Polsek tersebut seharusnya hanya sebatas menampung pelaku yang diamankan oleh warga, sebelum kemudian diserahkan ke polres atau lembaga lain yang berwenang. "Kalau pun ada pemeriksaan, itu dilakukan di ruang Reskrim. Pelaku tidak dimasukkan ke sel," jelasnya.

Ketika hakim menanyakan apakah penahanan Ragil melanggar prosedur, Rendra menjawab dengan tegas: "Kalau ditahan dalam sel, itu sudah melanggar SOP, Yang Mulia." Pernyataan ini semakin memperkuat dugaan adanya pelanggaran prosedur dalam penanganan kasus Ragil Alfarizi.

Kunci Sel Hanya di Tangan Kanit Reskrim

Saksi lain, Mardotila, seorang petugas harian lepas bagian administrasi, juga memberikan keterangan yang menguatkan adanya kejanggalan dalam penahanan Ragil. Ia menyatakan bahwa selama bertugas, sel tahanan di Polsek Kumpe Ilir tidak pernah digunakan. Kunci sel tersebut hanya dipegang oleh Kanit Reskrim. "Yang bisa buka itu cuma Kanit, karena cuma dia yang pegang kunci gemboknya," kata Mardotila.

Sama seperti Rendra, Mardotila juga mengaku belum pernah melihat ada penahanan di dalam sel dan mengaku sedang tidak berada di lokasi saat kejadian. Keduanya baru mengetahui kabar kematian Ragil dari grup WhatsApp Polsek yang menyertakan foto korban dalam posisi telentang di dalam sel.

Kematian Akibat Penganiayaan

Ragil ditemukan tewas pada 4 September 2024 malam. Saat itu, ia dikabarkan ditangkap atas dugaan pencurian, kemudian ditahan di sel Polsek Kumpe Ilir. Beberapa jam kemudian, ia ditemukan tewas dengan kondisi tergantung menggunakan tali pinggang.

Pihak keluarga mencurigai kematiannya tidak wajar dan menolak klaim gantung diri. Mereka mendesak dilakukan autopsi, yang kemudian memastikan bahwa Ragil tewas akibat luka-luka penganiayaan. Dua anggota polisi, Faskal (Bhabinkamtibmas) dan Yuyun (anggota Reskrim), ditetapkan sebagai tersangka. Kematian Ragil juga memicu amarah warga hingga terjadi penyerangan dan perusakan di kantor Polsek Kumpe Ilir.